Penentuan Kondisi Kelonggaran Cetakan Optimum Pada Pemotongan Logam Plat Menggunakan Deform2D dan Pendekatan Analisis Ragam (ANOVA) Y. BURHANUDDIN*, A. HAMNI, S. HARUN, N. ISMANTO, Z. ARIFIN Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Jl. Prof.
Soemantri Brodjonegoro
1, Bandar Lampung
35145,
*E-mail:
yanuar
@unila.ac.id ABSTRAK
Dalam makalah ini dipaparkan
penentuan kondisi-
kondisi
kelonggaran cetakan optimum pada pemotongan logam.
Proses pemotongan logam
plat
didekati melalui simulasi elemn hingga menggunakan perangkat lunak Deform2D. Variabel kondisi pemotongan adalah kelonggaran antara penekan dan cetakan. Variasi nilai kelonggaran adalah 3%, 5% and 6%. Variaso kelonggaran ini mengacu kepada beberapa literature dalam proses pemotongan logam plat. Parameter luaran atau hasil pada simulasi pemotongan logam plat adalah tegangan dan ketebalan terpotong. Besar hasil tegangan simulasi berkisar antara 830-832 MPa dan ketebalan terpotong dari proses simulasi berkisara di antara 1.065 sampai dengan 1.246 μm. Hasil simulasi optimal dianalisis menggunakan pendekatan analisis ragam (ANOVA). Efek kelonggaran pada kualitas permukaan terpotong juga dipaparkan Kata-kata kunci: proses pelubangan, kelonggaran cetakan, simulasi elemen hingga, ANOVA ABSTRACT In this paper the determination of optimal die clearance conditions in sheet metal cutting is presented. The sheet metal cutting process is approached through finite element simulations using Deform2D software. The cutting condition variable is clearance between punch and die. The clearance value variations are 3%, 5% and 6%. These clearance variations referred to some literatures in the sheet metal cutting processes. The output parameters or results in the sheet metal cutting simulations are stress and cut thickness. The magnitude of the results of the simulation stress range between 830-832 MPa and cut thickness of the simulation process results ranged from 1.065 to 1.246 μm. The optimal simulation results are analyzed using ANOVA approach. The effect of clearance on the quality of sheared surface is also presented. Key words: blanking process, die clearance, finite element simulation, ANOVA Pendahuluan Untuk membuat komponen dari logam plat biasanya melibatkan dua proses dasar yaitu pemotongan (shearing) bahan plat menjadi ukuran serta bentuk yang benar dan pembengkokan (bending). Sebagian besar komponen logam plat mengalami pemotongan. Pembolongan (blanking), penusukan dan pemangkasan (trimming) semuanya masuk dalam katergori ini (Waters, 2003). Pembolongan didefinisikan sebagai pemotongan bendakerja di antara dua komponen cetakan (punch dan die) menjadi bentuk yang diinginkan. Selama pembolongan, komponen mengalami perubahan kompleks seperti deformasi, pengerasan, inisiasi dan perambatan retak. Pemodelan teoritik sangat sulit karena kompleksitas dalam penguraian tahap-tahap yang berlainan dari proses pemotongan keseluruhan mulai dari tahap elastic dan berakhir dengan pemisahan total logam plat (Al-Mowani & Rawabdeh, 2008).
Bila jarak ruang (clearance) antara punch dan die
tepat,
maka dua garis retakan saling bertemu sehingga dihasilkan pemotongan yang baik.
Untuk menghindari kesalahan yang dapat terjadi pada proses
pemotongan,
maka
sebaiknya
dilakukan
eksperimentasi pemotongan plat agar diperoleh hasil yang lebih baik. Eksperimentasi biasanya menghabiskan waktu dan pengulangan coba-dan-salah yang mahal (Al-Mowani & Rawabdeh, 2008). Untuk mengurangi biaya sebaiknya experimentasi dilakukan secara simulasi. Simulasi proses pembolongan dapat dijalankan dengan menggunakan perangkat lunak (software) DEFORM 2D. DEFORM 2D adalah sebuah software yang dapat melakukan simulasi proses pembentukan dan pemesinan secara dua dimensi. Perangkat lunak
ini mampu memprediksi deformasi besar aliran bahan,
tegangan, regangan,
dan perilaku termal yang
akan dialami oleh plat selama proses pembuatan.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan diketahui variabel-variabel yang menentukan dalam
pembolongan plat melalui simulasi
yang akan
Clearance
dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini
mengarah pada Punch penerapan konsep net shape manufacturing dimana dimensi, toleransi dan spesifikasi produk mendekati rancangan akhir. Melalui variabel-variabel yang Penjepit diperoleh dari hasil simulasi diharapkan dapat membantu dalam konsep perancangan serta optimasi cetakan (die). Dies Metoda Eksperimen dan Perangkat Penelitian Pendekatan Simulasi Elemen Hingga dan Analisis Ragam (ANOVA) digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Kombinasi dari kedua pendekatan tersebut dapat mengurangi biaya eksperimental yang besar. Analisis Ragam memberikan pedoman dalam pemilihan kombinasi parameter proses yang sesuai. a. Variabel Simulasi Struktur permukaan terpotong dipengaruhi oleh perkakas (kelonggaran dan geometri pahat) dan bahan kerja (ketebalan, sifat-sifat mekanik, mikrostruktur, dan lain-lain). Simulasi ini dikerjakan untuk mengkaji pengaruh kelonggaran terhadap tegangan pada benda, ketebalan terpotong dan keadaan permukaan bahan terpotong. Tiga nilai kelonggaran yang diteliti yaitu 3, 5 dan 6 persen dari ketebalan awal plat. Perbedaan nilai clearance ini mengacu pada beberapa literatur dalam proses pemotongan. Dalam penelitian ini akan dibandingkan hasil yang diperoleh dari ketiga variasi kelonggaran sehingga dapat dijadikan referensi dalam perancangan alat pencetak engsel. Dua belas simulasi dilakukan sesuai dengan parameter yang ditetapkan. Simulasi dilakukan pada paket perangkat lunak DEFORM2D. Hasil yang diperoleh pada simulasi pemotongan logam ini berupa tegangan (stress effective,?) dan ketebalan hasil plat hasil pemotongan (d’). b. Model dan Elemen (Meshing) Pada simulasi ini punch, dies dan penjepit
yang digunakan dalam penelitian ini
diasumsikan
bersifat rigid (kaku).
Masalah yang dikaji pada operasi pembolongan logam plat bersifat simetri. Model proses pemotongan logam dapat dilihat pada Gambar 1.
Tipe elemen yang digunakan adalah tipe elemen tetrahedral. Pada penelitian ini jumlah elemen yang digunakan untuk
benda kerja proses pemotongan adalah 10000 elemen . Gambar 1. Model Simulasi Pemotongan Logam c. Benda Kerja (Workpiece)
Benda kerja yang digunakan dalam penelitian ini yaitu baja karbon tipe AISI 1015, dengan sifat-sifat sebagai berikut: Tabel 1. Sifat-sifat baja karbon AISI 1015 Density (x1000 kg/
m3) 7
.7
– 8.03
Poisson ratio 0.27 – 0.30 Elastic modulus (GPa) 190 – 210 Tensile strength (MPa) 386.1 Yield strength (MPa) 284.4 Elongation (%) 37 Reduction in Area (%) 69.7 Hardness (HB) 111 Impact strength (J) 115
Hasil dan Pembahasan a. Tegangan dan Ketebalan Hasil simulasi proses pemotongan plat dengan berbagai variasi kelonggaran dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Besarnya Tegangan dan Ketebalan Hasil Proses Simulasi No Clearance σ (MPa) d’ (mm) 1 2 3 4 6 % 830.01 830.08 830.1 830.04 1.2065 1.2071 1.2023 1.2053 5 6 7 8 5 % 832.98 833.1 833.02 833.08 1.2539 1.2535 1.2538 1.2575 9 10 11 12 3 % 832.01 832.05 832.09 832.1 1.246 1.246 1.246 1.246 900 800 Tegangan (MPa) 700 600 500 400 300 200 100 0 830 833 832 Clearance 6 % Clearance 5 % Clearance 3 % Gambar 2 Grafik tegangan rata-rata yang dialami plat. Gambar 2 menunjukkan tegangan rata-rata yang dialami oleh plat selama proses pemotongan logam. Tegangan rata-rata berkisar antara 830-832 MPa. Tegangan maksimal terjadi pada kelonggaran 5%. Tegangan dengan clearance 6% dari tebal plat lebih kecil dibandingkan dengan pemotongan plat dengan clearance 3% dan 5%. Tegangan akan menurun kembali setelah kelonggaran melebihi 5%. Diduga dengan kelonggaran melebihi 5% maka gesekan antara antara punch dan cetakan lebih kecil sehingga tegangan maksimal yang dihasilkan relatif lebih kecil. Ketebalan (mm) 1.4 1.2053 1.254675 1.246 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Clearance 6 % Clearance 5 % Clearance 3 % Gambar 3 Grafik rata-rata ketebalan plat hasil pemotongan Gambar 3 menunjukkan ketebalan plat rata-rata hasil simulasi proses pemotongan. Pada kelonggaran 6% ketebalan hasil pemotongan merupakan yang paling kecil yaitu 1,2053 mm. Sedangkan pada kelonggaran 5% ketebalan plat hasil pemotongan yang paling tinggi yaitu 1,246 mm. b. Karakteristik Permukaan Pada gambar 4 terlihat penampang hasil pemotongan plat. Penampang permukaan bendakerja terpotong umumnya terbagi atas empat yaitu roll-over, burnish, fracture dan burr (Hambli 2003). Roll-over dan burnish yang terbentuk akibat adanya penekanan terhadap permukaan benda kerja sehingga permukaan benda kerja mengalami deformasi plastis. Daerah Roll-over ditandai dengan sudut berbentuk melengkung. Sedangkan burnish yaitu daerah hasil proses pemotongan yang memiliki permukaan rata dan halus. Gambar 4 Penampang permukaan benda kerja pada pemotongan plat dengan clearance 6 % Tabel 3. Karakteristik Permukaan Hasil Proses Pemotongan No Clearance Rollover (mm) Burnish (mm) Fracture Zone (mm) Burr (mm) 1 0.23929 0.50051 0.76622 0.030265 2 0.23671 0.45972 0.80012 0.030625 3 6 % 0.24444 0.50442 0.75234 0.030625 4 0.24053 0.51484 0.74482 0.030625 Nilai Rata-Rata 0.2402425 0.49487 0.76588 0.03054 0.24497 0.48179 0.76952 0.06235 6 0.24221 0.44469 0.81358 0.060161 7 5 % 0.25237 0.44469 0.81432 0.059806 8 0.24394 0.48906 0.76688 0.059708 Nilai Rata-Rata 0.2458725 0.46506 0.79108 0.06051 9 0.29348 0.47097 0.73701 0.014018 10 0.29195 0.42305 0.78173 0.016617 11 3 % 0.28763 0.43634 0.76471 0.01054 12 0.29015 0.45464 0.75433 0.015212 Nilai Rata-Rata 0.2908025 0.44625 0.75945 0.0141 Pada simulasi pemotongan logam AISI 1015 terbentuk juga fracture zone. Pada daerah ini biasanya memiliki permukaan yang kasar. Fracture zone terbentuk akibat pengaruh tekanan sehingga terjadilah keretakan akibat deformasi plastis melewati fracture point (Hambli 2003, Hambli 2005). Dari simulasi pemotongan logam ini fracture zone merupakan daerah yang paling dominan dibandingkan rollover maupun burnish. Pada bagian terakhir, terbentuk
burr yang merupakan sisi tajam yang menonjol. Terbentuknya burr
ditentukan oleh faktor material, perkakas (tool edge geometry, tool
wear) ketajaman alat potong dan juga dipengaruhi oleh akibat keausan pada alat potong dan kelonggaran antara punch dengan cetakan yang tepat (optimum clearance).
Pada simulasi pengujian pemotongan logam burr yang terbentuk diukur ketinggiannya. Tabel 3 menunjukkan hasil pengukuran ketinggian permukaan roll-over, burnish, fracture dan burr pada berbagai variasi kelonggaran. Dari hasil pengukuran ketinggian menunjukkan sebuah nilai kelonggaran berpengaruh pada daerah tertentu saja tidak berlaku untuk semua daerah. Ketinggian paling besar pada daerah rollover terjadi pada kelonggaran 3% diikuti oleh 5% dan 6%. Pada daerah burnish, kelonggaran 6% memiliki tinggi paling besar dibandingkan dengan variasi yang lain diikuti oleh kelonggaran 5% dan 3%. Untuk daerah fracture zone, kelonggaran 5% memiliki ketinggian paling besar dibandingkan kelonggaran lain. Sedangkan untuk ketinggian burr, kelonggaran 3% memiliki ketinggian terkecil dibanding dengan kelonggaran 5% dan 6%. Ketinggian burr yang sekecil mungkin sebetulnya yang paling diinginkan dalam industri praktis karena tidak perlu dilakukan pekerjaan pembuangan burr (burr removal). c. Analisis Ragam (ANOVA) Karena ada lebih dari satu variabel bergantung (dependent variable atau response) maka digunakan Analisis Ragam Multivariat. Analisis ini dilakukan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS 16 untuk melihat apakah ada pengaruh kelonggaran terhadap tegangan, ketebalan terpotong, roll-over, burnish, fracture dan burr. Selain itu juga dicari nilai kelonggaran yang paling optimum. Berdasarkan Tabel 4 terlihat kelonggaran mempunyai pengaruh terhadap tegangan, ketebalan terpotong, roll-over, burnish dan burr. Sedangkan fracture tidak dipengaruhi oleh kelonggaran karena nilai Sig. >0,05. Berdasarkan besar pengaruh kelonggaran, tegangan paling besar dipengaruhi kelonggaran diikuti oleh ketebalan terpotong, kemudian burr, roll-over dan burnish. Tabel 4 Analisis Ragam multivariat kelonggaran terhadap tegangan, ketebalan terpotong, roll-over, burnish, fracture dan burr
Tests of Between-Subjects Effects Source Dependent Variable Type III Sum of Squares
18.547a
df Mean Square F Sig. Corrected Model
Tegangan Ketebalan Rollover Burnish Fracture Burr .006c .002e .006b .005d .004f 2 2 2 2 2 2 9.274 .003 .003 .002 .001 .002 4.381E3 1.025E3 250.719 4.545 2.033 797.504 .000 .000 .000 .043 .187 .000 Clearance Tegangan Ketebalan Rollover Burnish Fracture Burr 18.547 .006 .006 .005 .002 .004 2 2 2 2 2 2 9.274 .003 .003 .002 .001 .002 4.381E3 1.025E3 250.719 4.545 2.033 797.504 .000 .000 .000 .043 .187 .000 Error Tegangan Ketebalan Rollover Burnish Fracture Burr .019 2.441E-5 .000 .005 .005 2.500E-5 9 9 9 9 9 9 .002 2.712E-6 1.225E-5 .001 .001 2.777E-6 Total Tegangan Ketebalan Rollover Burnish Fracture Burr 8301149.736 18.318 .811 2.646 7.161 .019 12 12 12 12 12 12
a. R Squared
= .999
(Adjusted R Squared
= .999)
b. R Squared
= .996
(Adjusted R Squared
= .995)
c. R Squared
= .982
(Adjusted R Squared
= .978)
d. R Squared
= .503
(Adjusted R Squared
= .392)
e. R Squared
= .311
(Adjusted R Squared = .158) f. R Squared
= .994
(Adjusted R Squared
= .993) Tabel 5 Estimasi parameter pada berbagai nilai kelonggaran (clearance)
Dependent Variable Parameter B Std. Error t Sig.
Tegangan
Intercept
[Clearance=3 %] [Clearance=5 %] [Clearance=6 %] 830.057 0a 2.005 2.988 .023 .033 .033 . 3.608E4 61.632 91.833 . .000 .000 .000 . Ketebalan Intercept [Clearance=3 %] [Clearance=5 %] [Clearance=6 %] 1.205 .041 .049 0a .001 .001 .001 . 1.464E3 34.952 42.402 . .000 .000 .000 . Rollover Intercept [Clearance=3 %] [Clearance=5 %] [Clearance=6 %] .240 .051 .006 0a .002 .002 .002 . 137.285 20.430 2.275 . .000 .000 .049 . Burnish Intercept [Clearance=3 %] [Clearance=5 %] [Clearance=6 %] .495 -.049 -.030 0a .012 .016 .016 . 43.032 -2.990 -1.833 . .000 .015 .100 . Burr Intercept [Clearance=3 %] [Clearance=5 %] [Clearance=6 %] .031 -.016 .030 0a .001 .001 .001 . 36.645 -13.950 25.434 . .000 .000 .000 .
a. This parameter is set to zero because it is redundant.
Untuk melihat nilai kelonggaran mana yang paling berpengaruh kepada luaran (respon) maka dilakukan estimasi parameter seperti yang terlihat pada Tabel 5. Analisis estimasi mengesampingkan nilai kelonggaran 6% karena dianggap redundan. Sehingga analisis dibatasi pada kelonggaran 3% dan 5%. Kelonggaran 3% mempunyai kelebihan pada menghasilkan tegangan dan burr yang rendah dibanding kelonggaran 5%. Kekurangannya adalah menghasilkan ketebalan terpotong yang kecil dan rollover lebih besar. Sedangkan kelonggaran 5% mempunyai kelebihan pada ketebalan terpotong dan burnish yang lebih besar. Sedangkan kekurangannya adalah menghasilkan burr yang lebih besar. Untuk menentukan nilai kelonggaran mana yang paling baik diperlukan perlu ditetapkan lebih dahulu kriterianya. Diduga nilai terbaik berada di antara 3% dan 5%. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembuatan simulasi dan pembahasan pengujian pemotongan logam pembuat komponen-komponen engsel dapat diambil kesimpulan: 1. Berdasarkan analisis simulasi elemen hingga, kelonggaran (clearance) berpengaruh terhadap tegangan yang dialami benda kerja selama proses pemotongan dan ketebalan plat hasil pemotongan. Tegangan paling tinggi terjadi dengan kelonggaran 5% yaitu dengan tegangan rata-rata 833 MPa dan tegangan paling rendah terjadi pada kelonggaran 6% yaitu dengan tegangan rata-rata 830 MPa. Ketebalan plat terpotong tertinggi terjadi pada kelonggaran 5% yaitu 1,255 mm dan yang terendah pada kelonggaran 3% yaitu 1,246 mm. 2. Fenomena-fenomena yang terjadi pada proses pemotongan yaitu terbentuknya rollover, burnish, fracture zone, burr dapat terlihat pada simulasi elemen hingga. 3. Nilai terbaik untuk kelonggaran berada diantara rentang 3% - 5 %. Referensi
Al-Momani, E. & Rawabdeh, I. An Application of Finite Element Method and Design of Experiments in the Optimization of Sheet Metal Blanking Process. Jordan
J.
of Mechanical and Industrial Engineering, Vol. 2, No. 1, pp. 53 -63
(2008).
Hambli, R.
Optimization of
Blanking
Processes
using
Neural Network Simulation.
The
Arabian
J.
for Science and Engineering, Vol. 30,
No.1C,
pp.
3-16 (2005).
Hambli, R. BLANKSOFT: a code for sheet metal blanking processes optimization.
J.
Materials Processing Technology,
Vo.
141, pp. 234-242
(2003) Waters, T.
F. Fundamentals of Manufacturing for Engineers. UCL Press, London
(2003).
Paper No
MAN042
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012
Paper No
MAN042
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012
Paper No
MAN042
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012
Paper No
MAN042
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012
Paper No
MAN042
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012 1
4 5