Pengaruh L-Sistein terhadap Efisiensi Transformasi Genetik Jagung (Zea mays) Menggunakan Agrobacterium

Article (PDF Available) · January 2005with20 Reads
Abstract
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalagronomi/article/view/1259/364
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Pengaruh L-Sistein terhadap Efisiensi Transformasi .....
7
1 Staf Pengajar jurusan Budidaya Pertanian dan Kepala Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fak. Pertanian Univ. Lampung,
Jl. S. Brodjonegoro 1 Bandar Lampung 35145
Telp. 0721 781820 Fax. 0721 770347, e-mail: sdutomo2002@yahoo.com
Pengaruh L-Sistein terhadap Efisiensi Transformasi Genetik Jagung (Zea mays)
Menggunakan Agrobacterium
The Effect of L-Cysteine on the Efficiency of Agrobacterium-mediated Transformation of
Maize (Zea mays)
Setyo Dwi Utomo1
Diterima 11 Mei 2005/Disetujui 28 Oktober 2005
ABSTRACT
An efficient procedure of genetic transformation ultimately can accelerate the process of cultivar development of
maize. The objective of this study was to evaluate the effect of L-cysteine added to co-cultivation medium on the
efficiency of Agrobacterium-mediated transformation of two genotypes of maize. Explants of immature embryos were
isolated from immature ears genotypes Hi-II and Tom Thumb harvested 11-13 days after pollination. Then explants
were inoculated with Agrobacterium strain C58C1 carrying pPTN345 vector and cultured in co-cultivation medium for
2 days then on delay medium for 14 days, on selection medium for 4 x 14 days, on regeneration medium, and finally on
germination medium. Co-cultivation media contained either 0 or 100 mg/L L-cysteine. Based on assay at 2 days after
inoculation,the transient expression of GUS at scutelar side of explants co-cultivated on medium containing 100 mg/L
cysteine was higher than that of the control (0 mg/L cysteine). Transient expression of GUS on the explants of Tom
Thumb was higher than that of Hi-II. However, transgenic plants in this study were only produced from Hi-II explants
co-cultivated in a medium amended with 100 mg/L L-cysteine. No transgenic plants was produced from explants of Tom
Thumb due to low efficiency of induction of embriogenic calli. The efficiency of transformation using explants of Hi-II
cocultivated in a medium amended with 100 mg/L L-cysteine was 4 independent transformants or transgenic plants out
of 70 explants inoculated or 5.7%.
Key words: Agrobacterium tumefaciens, corn, L-cysteine, Hi-II, Tom Thumb
PENDAHULUAN
Perakitan varietas unggul jagung melalui
pendekatan biologi molekuler dapat dipermudah jika
menggunakan protokol transformasi genetik yang
efisien. Transformasi genetik jagung telah berhasil
dilakukan mengunakan elektroporasi (D’Halluin et al.,
1992), penembak biolistik (Gordon-Kamm et al., 1990;
Frame et al., 2000; Sutrisno et al., 2000), dan
Agrobacterium tumefaciens (Ishida et al., 1996;
Negrotto et al., 2000; Zhao et al., 1998; Frame et al.,
2002). Transformasi menggunakan Agrobacterium
lebih disenangi daripada menggunakan penembak
biolistik karena penggunaan Agrobacterium
menghasilkan proporsi transgen terekspresi yang lebih
besar dengan jumlah alel atau kopi yang lebih rendah
(Ishida et al., 1996; Zhao et al., 1998). Walaupun
dengan efisiensi rendah, tanaman jagung transgenik
telah berhasil diperoleh melalui transformasi
mengunakan Agrobacterium dari eksplan A188 dan Hi-
II yang diinokulasi menggunakan strain C58C1 (Dr.
Thomas E. Clemente, University of Nebraska-Lincoln,
Amerika Serikat, data tidak dipublikasi; Utomo, 2004).
Hi-II adalah hibrida dari A188 x B73 (Armstrong et al.,
1991). Transformasi di University of Nebraska-Lincoln
tersebut menggunakan eksplan embrio zigotik muda
yang diinduksi untuk menghasilkan kalus embriogenik
Tipe II (Armstrong dan Green, 1985).
Sel-sel kalus jagung yang diinfeksi Agrobacterium
sel karena respon hipersensitif atau apoptosis (Hansen,
2000). Respon tersebut dimediasi oleh ledakan
oksidatif berupa produksi oksigen reaktif dalam jumlah
banyak dalam waktu singkat (Wojtaszek, 1997).
Antioksidan dithiothreitol dan polyvinylpolypyrolidone
(PVP) dilaporkan mengurangi pengaruh negatif tersebut
dan meningkatkan efisiensi transformasi pada anggur
(Vitis vinifera) (Perl et al., 1996). Pengaruh yang sama
juga dilaporkan untuk antioksidan L-sistein pada kedelai
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Setyo Dwi Utomo
8
(Olhoft dan Somers, 2001; Olhoft et al., 2001; Olhoft
et al., 2003) dan jagung (Frame et al., 2002). Dengan
demikian, diharapkan efisiensi transformasi genetik
jagung dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan
L-sistein pada media kokultivasi. Penelitian ini
bertujuan mengevaluasi pengaruh pemberian L-sistein
pada media kokultivasi terhadap efisiensi transformasi
jagung genotipe Hi-II dan Tom Thumb menggunakan
Agrobacterium.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan dari bulan Agustus
Desember 2002 di Plant Transformation Core Research
Facility, University of Nebraska (PTCRF-UNL),
Lincoln, Nebraska, Amerika Serikat.
Bahan Tanaman dan Eksplan.
Embrio zigotik muda (1.5 – 2.0 mm) genotipe
Hi-II (Armstrong et al., 1991) dan Tom Thumb (Bass et
al., 2001) digunakan sebagai eksplan dalam penelitian
ini. Hi-II adalah hibrida dari A188 x B73. Walaupun
sifat Agronomis A188 tidak disenangi di Amerika
Serikat, eksplan A188 dapat diinduksi membentuk kalus
embriogenik Tipe II dengan efisien; dan sifat tersebut
diwariskan secara aditif kepada keturunan hasil
persilangan (Wilkinson dan Thompson, 1987). B73
adalah inbrida elit di Amerika Serikat. Tom Thumb
dipilih sebagai salah satu sumber eksplan dalam
penelitian ini karena berumur pendek, tongkol masak
dapat dipanen pada umur 2 bulan. Embrio tersebut
diisolasi dari tongkol muda yang dipanen 11 13 hari
setelah polinasi. Tongkol dipanen dari tanaman yang
dibudidayakan di rumah kaca.
Sebelum embrio diisolasi, tongkol yang telah
dikupas (tanpa kelobot) disterilisasi permukaan (dengan
cara merendam-kocok) selama 20 menit pada larutan
20% Chlorox (5.5% NaClO) yang ditambah Tween 20 2
tetes/L. Tongkol kemudian dibilas tiga kali
menggunakan air akuades steril. Bagian distal biji
jagung muda yang masih menempel pada tongkol
dipotong sedalam 1 mm menggunakan pisau skalpel no.
22. Embrio zigotik muda dicungkil dari dasar biji
mengggunakan ujung spatula.
Strain Agrobacterium dan Persiapan Inokulum.
Strain Agrobacterium tumefaciens yang digunakan
dalam penelitian ini adalah C58C1 (Koncz dan Schell,
1986) yang membawa vektor transformasi pPTN345
(Gambar 1). C58C1 membawa kromosom C58 (tipe
nopalin) dan Ti-plasmid pMP90 (tipe nopalin). Vektor
tersebut dikonstruksi oleh Dr. Thomas E. Clemente dari
PTCRF-UNL. pPTN345 membawa T-DNA yang
terdiri dari kaset GUSplus-Int dan nptII untuk ketahanan
terhadap kanamisin atau paramomisin. Kaset GUSplus-
Int terdiri dari promoter Ubiquitin1, GUSplus-Int, dan
terminator polyA dari CaMV 35S. GUSplus-Int terdiri
dari gen GUSplus ditambah intron dari gen caster bean
catalase. Gen GUSplus diisolasi dari Staphylococcus
(http://www.cambia.org). Penambahan intron tersebut
berfungsi mencegah ekpresi GUS dalam sel
Agrobacterium. Kaset nptII + Int terdiri promoter
CaMV 35S, nptII + Int, dan terminator polyA dari
CaMV 35S.
Persiapan Agrobacterium dimulai dengan
menumbuhkan bakteri dalam 50 ml media LB cair (10
g/L tripton, 5 g/L ekstrak ragi, dan 10 g/L NaCl) yang
mengandung 50 mg/L rifampisin, 50 mg/L gentamisin,
dan 75 mg/L khloramfenikol selama 8-9 jam dalam
inkubator 250 rpm, 28 C. Kemudian sel di-suspensi
pada media AB minimal (5 g/L glukosa, 4 g/L larutan
penyangga AB, 50 mL/L garam AB, 3 mM MES, dan
200 μM asetosiringon) dengan OD650 = 0.2 dan
diinkubasi selama 12-14 jam. Sel dipanen dan
disuspensikan dalam media inokulasi cair. Kepadatan
populasi sel disesuaikan sehingga OD650 berkisar antara
0.6 – 0.8.
Gambar 1. Skema T-DNA vektor transformasi pPTN345 yang membawa kaset gen nptII + Int dan kaset GUSplus-Int.
Vektor berukuran 13452 bp. Kaset GUSplus-Int terdiri dari promoter Ubiquitin1, TEV leader, GUSplus-
Int, dan terminator polyA dari CaMV 35S. GUSplus-Int terdiri dari gen GUSplus ditambah intron dari gen
caster bean catalase. Gen GUSplus diisolasi dari Staphylococcus (http://www.cambia.org).
RB
35S Poly A
TEV leader
GUSplus Int
35S Poly A
nptII + Int
LB
35S CaMV promoter
Ubiquitinl Promoter
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Pengaruh L-Sistein terhadap Efisiensi Transformasi .....
9
Media untuk Transformasi Genetik Jagung dan
Perlakuan L-sistein
Media inokulasi, kokultivasi, tunda, dan seleksi
mengandung garam-garam dan vitamin-vitamin N6
(Chu et al., 1975), 1 mg/L 2.4-D, 25 mM prolin, 2%
sukrosa, 100 mg/L asam kasamino. Modifikasi
dilakukan sebagai berikut: media inokulasi dan
kokultivasi mengandung setengah konsentrasi dari
garam-garam dan vitamin-vitamin yang dilengkapi
dengan 1% glukosa, 20 mM MES, dan 200 µM
asetosiringon, dengan pH 5.4; media tunda (delay
medium) mengandung 1.7 mg/L AgN03, 50 mg/L
carbenicillin, and 3 mM MES (pH 5.8); media seleksi
meliputi media tunda yang dilengkapi dengan 100 mg/L
paramomisin. Penambahan 2,4-D pada media tunda dan
media seleksi dimaksudkan untuk menginduksi kalus
embriogenik tipe II (Armstrong dan Green, 1985).
Penggunaan antibiotika paramomisin 100 mg/L sebagai
agen penyeleksi didasarkan pada studi efikasi (data
tidak dipublikasi) yang dilakukan oleh Dr. Thomas E.
Clemente (PTCRF-UNL) dan Dr. Stephen Moose (Dept.
Crop Science, University of Illinois, Urbana-
Champaign, Illinois, USA); seleksi menggunakan
paramomisin lebih efektif daripada menggunakan
kanamisin. Kalus embriogenik yang tumbuh pada
media seleksi selama 4 x 14 hari (4 kali sub-kultur,
masing-masing selama 14 hari) dikatagorikan kalus
transgenik putatif. Untuk mendapatkan plantlet
transgenik, kalus transgenik dikulturkan pada media
regenerasi untuk maturasi embrio dan pengecambahan.
Media pengecambahan merupakan media MS tanpa zat
pengatur tumbuh.
Antioksidan L-sistein ditambahkan pada media
kokultivasi. Dalam penelitian ini, dibandingkan dua
taraf konsentrasi L-sistein, yaitu 0 dan 100 mg/L.
Konsentrasi L-sistein lebih dari 100 mg/L tidak
digunakan dalam penelitian ini karena konsentrasi L-
sistein yang tinggi dilaporkan menghambat regenerasi
(Frame et al., 2002).
Inokulasi, kokultivasi, kultur pada media tunda, dan
kultur pada media seleksi
Skema garis besar tahap-tahap transformasi
genetik jagung diuraikan pada Gambar 2. Tongkol
muda yang digunakan pada awal percobaan terdiri dari
12 tongkol Hi-II dan 5 tongkol Tom Thumb. Data
variabel ekspresi transien GUS pada 2 hari setelah
inokulasi (HSI) (Tabel 1) diamati dari 12 tongkol Hi-II
dan 5 tongkol Tom Thumb. Karena sebagian eksplan
terkontaminasi setelah dipindahkan ke media tunda,
data variabel-variabel yang dicantumkan pada Tabel 2
diamati dari 7 tongkol Hi-II dan 2 tongkol Tom Thumb.
Eksplan embrio muda yang diisolasi dari satu tongkol
dibagi dua, yaitu untuk kokultivasi pada media
kokultiviasi yang mengandung 0 dan 100 mg/L L-
sistein. Data jumlah embrio yang diinokulasi per
tongkol bervariasi, tercantum pada Tabel 2 kolom 4.
Eksplan embrio muda yang diisolasi dari tongkol
dikumpulkan dalam cawan petri berisi media inokulasi
cair. Media inokulasi tersebut kemudian dihisap dengan
pipet untuk dibuang dan diganti dengan suspensi
Agrobacterium. Eksplan direndam dalam suspensi
Agrobacterium selama 5 menit yang selanjutnya
suspensi dibuang dengan cara dihisap menggunakan
pipet. Eksplan selanjutnya dikulturkan selama 2 hari
pada media kokultivasi padat, dengan cara
menghadapkan sisi aksilar ke bawah bersentuhan
dengan permukaan media. Eksplan kemudian
dikulturkan pada media tunda selama 14 hari. Koleoptil
yang memanjang dipotong pada 4-5 hari setelah
inokulasi (HSI). Jaringan mati dibuang pada saat
dilakukan transfer antar-media atau sub-kultur. Jumlah
eksplan yang membentuk kalus embriogenik tipe II
diamati (dihitung) pada 14 HSI. Pada 16 HSI, kalus
embriogenik dipindahkan ke media seleksi yang
mengandung 100 mg/L paramomisin. Pada 30 HSI,
kalus embriogenik yang tumbuh pada media seleksi
tersebut disubkultur atau dipindahkan ke media seleksi
yang mengandung 100 mg/L. Kalus embriogenik yang
terseleksi (tumbuh pada media seleksi) dipindahkan lagi
ke media seleksi pada 44, 58, dan 74 HSI. Kalus
embriogenik yang tumbuh pada medium seleksi selama
4 x 14 hari dipindahkan ke media regenerasi untuk
maturasi selama 2 x 14 hari dan pengecambahan selama
14 hari. Planlet diaklimatisasi dan ditanam di rumah
kaca. Dalam proses pemindahkan antarmedia, kalus
embriogenik dari satu eksplan tetap disatukan sehingga
tidak tercampur dengan kalus dari eksplan lain.
Kokultivasi, kultur pada media tunda, media
seleksi, dan media maturasi dilakukan dalam ruang
gelap bersuhu 24 C. Kultur pada media perkecambahan
dilakukan dalam ruang bersuhu 24 C, 18 jam terang
(intensitas cahaya 80umol/detik/m2) dan 6 jam terang
per hari.
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Setyo Dwi Utomo
10
Gambar. 2. Bagan alur transformasi genetik jagung menggunakan Agrobacterium. Teks tercetak miring menguraikan
tahap-tahap aktivitas, sedangkan teks dalam kotak menguraikan hasil antara dari tiap tahap aktivitas
Tongkol muda
Sterilisasi permukaan
Tongkol steril
Isolasi embrio zigotik muda
Embrio zigotik muda dalam cawan petri
Eksplan terinokulasi
Inokulasi
dengan Agrobacterium
Eksplan terkokultivasi
Eksplan dikulturkan pada medium kokultivasi padat, 2 hari
Eksplan dikulturkan pada medium tunda (delay) , GUS assay
Eksplan dengan koleoptil memanjang
Koleoptil dipotong (dibuang) dan eksplan dikulturkan pada medium
seleksi mengandung 100 mg/l paromomycin selama 4 x 14 hari
Kalus embrionik tahan paromomisin
Eksplan dikulturkan pada medium maturasi (2 x 14 hari) dan
perkecambahan (14 hari)
Planlet tahan paromomisin
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Pengaruh L-Sistein terhadap Efisiensi Transformasi .....
11
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi L-sistein dan genotipe jagung terhadap ekspresi transien GUS pada sisi skutelar dan
aksilar ekplan embrio muda, diamati 2 hari setelah inokulasi (HSI)
Skor ekspresi
transien GUS Jumlah sampel eksplan embrio zigotik muda
yang menunjukkan skor ekspresi transien
GUS
Variabel Konsentrasi
L-sistein pada
media
kokultivasi
padat
Genotipe
jagung
Nilai
tengah
Galat
baku
Total
3
5
7
Hi-II 0.90 0.19 29 1 (3%) 1 (3%) 0 0 Tom
Thumb 1.15 0.23 20 3 (15%) 0 0
Hi-II 1.82 0.25 22 3 (14%) 1 (5%) 0
Ekspresi
transien
GUS pada
sisi skutelar
2 HSI 100 Tom
Thumb 2.93 0.59 14 6 (43%) 2 (14%) 1 (7%)
Hi-II 2.56 0.48 29 18 (62%) 11 (38% ) 7 (24%) 0 Tom
Thumb 4.05 0.71 20 11 (55%) 9 (45%) 5 (25%)
Hi-II 5.91 0.59 23 18 (78%) 16 (70%) 9 (39%)
Ekspresi
transien
GUS pada
sisi aksilar
2 HSI 100 Tom
Thumb 4.29 0.81 14 9 (64%) 7 (50%) 3 (21%)
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi L-sistein terhadap proporsi eksplan Hi-II dan Tom Thumb yang membentuk kalus
embriogenik dan proporsi eksplan yang menghasilkan tanaman transgenik putatif.
Geno-
tipe
Jagung
Kon-
sentrasi
L-
sistein
(mg/L)
Nomor.
tongkol
Jumlah
eksplan
diino-
kulasi
Eksplan yang
menghasilkan kalus
embriogenik dlm media
tunda (tanpa seleksi
paramomisin) pada 14
HSI
Eksplan yang
menghasilkan kalus
embriogenik yang
tumbuh pada media
mengandung 100 mg/L
paramomisin,72 HSI
Eksplan yang
menghasilkan tanaman
transgenik putatif yaitu
bereaksi positif dalam
asai histokimia GUS
pada 128 HSI
Eksplan yang
menghasilkan tanaman
transgenik putatif yaitu
bereaksi positif dalam
asai NPTII ELISA
pada 128 HSI
Jumlah
Proporsi (%)
Jumlah
Proporsi (%)
Jumlah Proporsi (%)
Jumlah Proporsi (%)
A B C D E E/D F F/D G G/D H H/D
138 17 17 100 0 0 0 0 0 0
140 2 1 75 0 0 0 0 0 0
141 9 5 56 0 0 0 0 0 0
142 5 4 80 0 0 0 0 0 0
143 10 3 30 0 0 0 0 0 0
149 11 0 0 0 0 0 0 0 0
150 15 8 53 0 0 0 0 0 0
0
Jumlah
69 38 38/69=55%
0 0 0 0 0 0
138 19 19 100 2 10.5 2 10.5 2 10.5
140 4 1 25 0 0 0 0 0 0
141 9 4 44 1 11.1 1 11.1 1 11.1
142 5 5 100 0 0 0 0 0 0
143 10 2 20 0 0 0 0 0 0
149 9 1 11 0 0 0 0 0 0
150 14 8 57 1 7.1 1 7.1 1 7.1
Hi-II
100
Jumlah
70 40 40/70=57%
4 4/70=5.7% 4 4/70=5.7% 4 4/70=5.7%
8 17 0 0 0 0 0 0 0 0
9 39 0 0 0 0 0 0 0 0
0 Jumlah
56 0 0 0 0 0 0 0 0
8 15 0 0 0 0 0 0 0 0
9 41 1 2,4 0 0 0 0 0 0
Tom
Thumb
100 Jumlah
56 1 1/56=1.7% 0 0 0 0 0 0
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Setyo Dwi Utomo
12
Gambar 3. Transformasi genetik jagung hibrida Hi-II menggunakan Agrobacterium
3A dan 3B. Ekspresi transien GUS pada sisi aksilar (3A) dan sisi skutelar (3B) embrio zigotik muda dua hari setelah
diinokulasi Agrobacterium strain C58C1. Gambar 3A dan 3B diambil dari embrio yang sama. (Dalam
gambar yang dicetak hitam-putih, warna biru ditunjukkan oleh warna hitam-gelap)
3C. Tanaman jagung hasil regenerasi in vitro pada medium seleksi mengandung paramomisin 100 mg/l.
Tanaman tersebut diaklimatisasi dengan cara ditumbuhkan pada medium tanah
3D. Autoradiogram analisis Southern potongan daun yang diambil dari empat transforman independen
(Transforman I – IV). Tiap transforman independen diwakili 2 tanaman R0. Lajur L adalah ladder berupa
DNA virus λ yang dipotong enzim StyI. Lajur KN adalah kontrol negatif DNA dari daun Hi-II non-
transgenik. Lajur KP adalah kontrol positif yaitu DNA plasmid pPTN345 yang dilinierkan dengan cara
dipotong menggunakan enzim SstI. Lajur TPL adalah transforman dari penelitian lain. Hibridisasi
menggunakan pelacak (probe) GUS dari plasmid pPTN286 yang dipotong dengan enzim BglII dan ScaI.
Variabel yang diamati
Efisiensi transformasi diduga berdasarkan peng-
amatan variabel-variabel berikut: a) ekspresi transien
GUS pada sisi skutelar dan aksilar eksplan embrio
zigotik muda pada 2 HSI (Tabel 1); b) proporsi eksplan
yang menghasilkan kalus embriogenik Tipe II pada 14
HSI (Tabel 2 kolom E/D), yaitu jumlah eksplan yang
menghasilkan kalus embriogenik pada 14 HSI (Tabel 2
kolom E) dibagi jumlah eksplan yang diinokulasi (Tabel
2 kolom D); c) proporsi eksplan yang menghasilkan
kalus embriogenik Tipe II yang tumbuh pada media
seleksi mengandung 100 mg/L paramomisin pada 72
HSI (Tabel 2 kolom F/D, yaitu nilai pada kolom F
dibagi kolom D); d) proporsi eksplan yang meng-
hasilkan tanaman transgenik putatif independen yaitu
yang bereaksi positif dalam asai histokimia GUS (Tabel
2 kolom G/D, yaitu nilai pada kolom G dibagi kolom
D); e) proporsi eksplan yang menghasilkan tanaman
transgenik putatif independen yaitu yang bereaksi
positif dalam uji nptII ELISA (Tabel 2 kolom H/D,
yaitu nilai pada kolom H dibagi kolom D); dan integrasi
gen GUS ke dalam genom tanaman jagung berdasarkan
analisis hibridisasi Southern. Jika dua tanaman
transgenik berasal dari eksplan yang berbeda, dapat
dipastikan dua tanaman transgenik tersebut independen
3B
3A
1 mm
1 cm
3C
3D
KN KP
13,5 kb
L Transforman I - IV TPL
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Pengaruh L-Sistein terhadap Efisiensi Transformasi .....
13
(transforman independen) atau berasal dari dua kejadian
transformasi yang berbeda.
Ekspresi transien GUS (ß-glucuronidase) pada sisi
skutelar dan aksilar eksplan embrio zigotik muda
didasarkan pada aktivitas enzim ß-glucuronidase yang
di-asai secara histokimia pada eksplan atau jaringan
kalus pada 2 HSI. Sampel sebanyak 1-3 eksplan per
cawan petri diinkubasi (selama 16 jam 37 C) dalam
larutan 5-bromo-4-chloro-3-indolyl-3-glucuronic acid
(X-Gluc) (Jefferson,1987). Ekspresi transien dinilai
menggunakan skor 0 – 9 berdasar luas penutupan bercak
(stain) GUS pada permukaan eksplan embrio: 0
menunjukkan tidak ada bercak; 1, 2, …, 8 berturut-
turut menunjukkan penutupan bercak (x), 0 < x 10%,
10 < x 20%, …, 70< x 80%; dan 9 menunjukkan
luas penutupan > 80%. Pengamatan skor GUS
dilakukan menggunakan mikroskop binokular. Data
dianalisis menggunakan Proc Univariate (SAS Institute,
Cary, NC, USA) untuk menentukan nilai tengah, galat
baku, dan jumlah dan proporsi eksplan yang menun-
jukkan skor nilai tertentu (Tabel 1). Proporsi tersebut
adalah hasil bagi jumlah sampel eksplan yang
menunjukkan skor tertentu dibagi dengan total jumlah
sampel.
Untuk mengetahui ekspresi stabil GUS, dilakukan
asai GUS terhadap potongan daun tanaman transgenik
putatif pada 120 HSI. Sampel potongan daun dengan
panjang 1- 2 cm diambil dari daun muda yang sudah
membuka. Sebanyak 22 sampel diambil dari empat
transforman independen (5-6 sampel per transforman
independen). Potongan daun dari tanaman non-
transgenik digunakan sebagai kontrol negatif. Sampel
tersebut diinkubasi (selama 16 jam 37 C) dalam larutan
5-bromo-4-chloro-3-indolyl-3-glucuronic acid (X-Gluc)
(Jefferson,1987). Reaksi positif ditunjukkan oleh warna
biru pada jaringan daun.
Protokol uji nptII ELISA (Cat. No. PSP 73000,
Agdia Inc., 30380 County Road 6, Elkhart, Indiana
46514 USA) secara terperinci dapat dilihat dalam situs
http://www.agdia.com/cgi_bin/catalog.cgi?m1104.
Sampel potongan daun (100 – 500 mg) diambil dari
tanaman jagung transgenik putatif dan tanaman
nontransgenik. Jumlah sampel sama dengan pada asai
GUS. Sampel digiling dalam tabung mikro 1,5 ml yang
berisi bufer ekstraksi. Sebanyak 100 uL ekstrak sampel
dan kontrol positif (enzim neomycin phosphotransferase
II) dipipet ke dalam sumur microplate. Setelah
ditambahkan 100 ul bufer ekstraksi, dilakukan inkubasi
selama 2 jam dalam kotak lembab pada suhu ruangan.
Setelah masa inkubasi berakhir, cairan dalam
microplate dibuang dan dibilas 4 kali dengan PBST,
dilanjutkan dengan penuangan 100 uL konjugat enzim
ke dalam sumur; selanjutnya dilakukan inkubasi selama
2 jam dalam kotak lembab pada suhu ruangan. Setelah
diinkubasi, cairan dalam microplate dibuang dan dibilas
4 kali, 100 uL substrat TMB dipipet ke dalam
microplate, dan diinkubasi 15 menit. Reaksi diakhiri
dengan menambahkan bufer stop 50 uL asam sulfat 3M.
Jika jaringan mengekspresikan gen nptII (bereaksi
positif), warna substrat berubah dari biru menjadi
kuning.
Analisis hibridisasi Southern (Southern, 1975)
dilakukan terhadap 10 tanaman transgenik putatif R0
dari 5 transformasi independent (4 dari hasil penelitian
ini, dan satu dari penelitian lain). DNA genomik total
diekstrak dari 1,0-1,5 gram daun yang telah membuka
penuh menggunakan prosedur Dellaporta et al. (1983).
DNA (10 µg) dipotong dengan enzim restriksi SstI yang
memotong satu tempat di dalam dua batas T-DNA pada
ujung 3’ GUS. Hibridisasi menggunakan pelacak
(probe) GUS dari plasmid pPTN286 yang dipotong
dengan enzim BglII dan ScaI. Pelacak radioaktif
diperoleh melalui prosedur random primed synthesis
(Prime IT II, Stratagene, cat #300385, La Jolla,
California, USA) untuk menginkorporasikan dCTP yang
mengandung 32P radioaktif. Hibridisasi dilakukan
dalam inkubator bersuhu 65 C dalam larutan 0.5 M
Na2HPO4, pH 7.2, 7% (w/v) SDS selama 14 jam. Filter
dicuci dua kali dalam larutan 40 mM Na2HPO4, 5%
(w/v) SDS, pH 7.2 pada suhu 65 C selama 15 menit.
Pencucian ketiga dilakukan dalam larutan 40 mM
Na2HPO4, pH 7.2, 1% (w/v) SDS pada suhu 65 C
selama 15 menit. Signal radioaktif dari pita DNA pada
filter dideteksi dengan cara menginkubasi dengan film
sinar X.
HASIL
Ekspresi transien GUS pada sisi skutelar dan aksilar
eksplan embrio muda pada 2HSI
Gambar 3A menunjukkan ekspresi transien GUS
pada sisi aksilar ekplan Hi-II, sedangkan Gambar 3B
menunjukkan ekspresi pada sisi skutelar. Berdasarkan
dua gambar tersebut dan data skor ekspresi transien
GUS (Tabel 1), ekspresi transien GUS pada sisi aksilar
lebih tinggi daripada pada sisi skutelar. Kesimpulan
tersebut berlaku untuk dua genotipe jagung yaitu Hi-II
dan Tom Thumb.
Nilai tengah ekspresi transien GUS pada sisi
skutelar eksplan Hi-II yang dikokultivasi pada media
mengandung 100 mg/L L-sistein sebesar 1.82 + 0.25
(Tabel 1). Nilai tersebut lebih tinggi daripada kontrol
Hi-II (0 mg/L L-sistein) sebesar 0.90 + 0.19. Pola yang
sama juga ditunjukkan oleh eksplan genotipe Tom
Thumb, bahwa nilai tengah ekspresi transien GUS pada
sisi skutelar eksplan yang dikokultivasi pada media
mengandung 100 mg/L L-sistein (sebesar 2.93 + 0.59)
lebih tinggi daripada kontrol (sebesar 1.15 + 0.23).
Kesimpulan bahwa ekspresi transien GUS pada
perlakuan 100 mg/L lebih tinggi daripada kontrol juga
didukung data jumlah eksplan yang menunjukkan skor
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Setyo Dwi Utomo
14
3, 5, atau 7, khususnya pada eksplan Tom Thumb
(Tabel 1). Pada perlakuan 100 mg/L L-sistein, 6
eksplan Tom Thumb atau 43% menunjukkan skor
eksplresi transien 3; berarti > 20% permukaan sisi
skutelar 6 eksplan Tom Thumb tertutup bercak biru
GUS. Sebaliknya pada perlakuan tanpa L-sistein, hanya
3 ekplan Tom Thumb atau 15% yang menunjukkan skor
ekspresi transien 3. Pada perlakuan 100 mg/L L-
sistein, sebanyak 1 eksplan Tom Thumb atau 7%
menunjukkan skor ekspresi transien 7; berarti > 60%
permukaan sisi skutelar 1 eksplan Tom Thumb tertutup
bercak biru GUS.
Nilai tengah ekspresi transien GUS pada sisi
aksilar eksplan Hi-II yang dikokultivasi pada media
mengandung 100 mg/L L-sistein sebesar 5.91 + 0.59
(Tabel 1). Nilai tersebut lebih tinggi daripada kontrol
Hi-II (0 mg/L L-sistein) sebesar 2.56 + 0.48. Pada
genotipe Tom Thumb, nilai tengah ekspresi transien
GUS pada sisi aksilar eksplan yang dikokultivasi pada
media mengandung 100 mg/L L-sistein (sebesar 4.29 +
0.81) tidak nyata lebih tinggi daripada kontrol (sebesar
4.05 + 0.71).
Proporsi eksplan yang menghasilkan kalus embriogenik
Tipe II pada 14 HSI
Selama 14 hari setelah inokulasi, eksplan
dikulturkan dalam media kokultivasi (2 hari) dan media
tunda (12 hari). Dua media tersebut tidak mengandung
paramomisin . Pada perlakuan tanpa L-sistein, rata-rata
proporsi eksplan Hi-II yang menghasilkan kalus
embriogenik pada 14 HSI adalah 38/69 = 55% (Tabel 2
kolom E/D); sedangkan pada perlakuan 100 mg/L, nilai
rata-rata proporsi tersebut sebesar 40/70 = 57%. Untuk
eksplan Tom Thumb, rata-rata proporsi eksplan yang
menghasilkan kalaus embrionik pada perlakuan 0 dan
100 mg/L berturut-turut 0 dan 1/56 atau 2%.
Pertumbuhan kalus embriogenik pada media seleksi dan
proporsi eksplan yang menghasilkan kalus embriogenik
pada 72 HSI
Mulai 16 HSI, kalus embriogenik dikulturkan pada
media seleksi yang mengandung 100 mg/L
paramomisin. Berdasarkan pengamatan visual, kalus
embriogenik yang tahan dan tidak tahan paramomisin
belum dapat dibedakan pada 30 HSI karena sebagian
besar kalus embriogenik masih tampak segar pada
media seleksi. Pada periode 30 44 HSI, kalus
embriogenik yang tahan paramomisin mulai dapat
diidentifikasi berdasarkan pembentukan kalus
embriogenik baru sebagai hasil pembelahan sel. Selain
melanjutkan proses seleksi, subkultur kalus embriogenik
pada periode 44-72 HSI terutama bertujuan untuk
mendapatkan kalus dalam kuantitas yang besar agar
diperoleh plantlet dalam jumlah banyak. Berdasarkan
pengamatan pada 72 HSI, kalus embriogenik yang tahan
paramomisin yaitu yang tumbuh pada media
mengandung 100 mg/L paramomisin hanya diperoleh
dari eksplan Hi-II yang dikokultivasi pada media
mengandung 100 mg/L L-sistein (Tabel 2 kolom F/D).
Kalus tahan paramomisin tidak diperoleh dari eksplan
Tom Thumb (0 dan 100 mg/L L-sistein) dan ekplan Hi-
II tanpa L-sistein.
Proporsi eksplan Hi-II (perlakuan 100 mg/L L-
sistein) yang menghasilkan kalus embriogenik tahan
paromomisin pada 72 HSI adalah 4/70 = 5.7% (Tabel 2
kolom F/D). Plantlet atau tanaman berhasil diperoleh
dari empat kalus tersebut. Dengan kata lain, dalam
penelitian ini diperoleh empat transforman independen.
Proporsi eksplan Hi-II yang menghasilkan tanaman
transgenik putatif independen yang bereaksi positif
dalam asai GUS dan uji nptII ELISA
Berdasarkan hasil asai GUS dan uji nptII ELISA,
semua sampel dari empat transforman independen
bereaksi positif; sedangkan semua sampel dari Hi-II
nontransgenik bereaksi negatif. Proporsi eksplan yang
menghasilkan tanaman transgenik putatif independen
yang bereaksi positif dalam asai GUS (Tabel 2 kolom
G/D) dan uji nptII ELISA (Tabel 2 kolom H/D) sebesar
5.7%.
Analisis hibridisasi Southern
Analisis hibridisasi Southern transforman
independen I IV ditunjukkan oleh Gambar 3D.
Jumlah kopi gen GUS transforman I, II, III, dan IV
adalah berturut-turut 2, 4, 4, dan 1. Pada lajur KN
(kontrol negatif) yaitu DNA dari tanaman nontransgenik
Hi-II, tidak terdapat pita yang berarti tidak terjadi
hibridisasi antara DNA nontransgenik Hi-II dengan
probe GUS. Data Southern tersebut membuktikan
integrasi gen GUS ke dalam genom tanaman jagung.
PEMBAHASAN
Tanaman jagung transgenik diregenerasikan dari
sel atau jaringan transgenik. Sel transgenik adalah sel
yang diinfeksi Agrobacterium pada tahap kokultivasi.
Efisiensi transformasi genetik dalam penelitian ini
diduga antara lain berdasarkan data variabel ekspresi
transien GUS pada sisi skutelar dan aksilar eksplan
(Tabel 1), proporsi eksplan yang menghasilkan kalus
embriogenik Tipe II pada 14 HSI (Tabel 2), proporsi
eksplan yang menghasilkan kalus embriogenik tahan
paramomisin pada 72 HSI, dan proporsi ekplan yang
menghasilkan tanaman transgenik putatif (Tabel 2).
Data ekspresi transien GUS pada eksplan
digunakan untuk menduga banyaknya sel pada eksplan
yang diinfeksi oleh Agrobacterium. Nilai tengah
ekspresi transien GUS pada sisi skutelar eksplan Hi-II
dan Tom Thumb yang dikokultivasi pada media
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Pengaruh L-Sistein terhadap Efisiensi Transformasi .....
15
mengandung 100 mg/L L-sistein lebih tinggi daripada
kontrol (0 mg/L L-sistein) (Tabel 1). Dengan kata lain,
perlakuan pemberian L-sistein pada media kokultivasi
meningkatkan ekspresi transien GUS pada sisi skutelar.
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian
sebelumnya pada transformasi genetik jagung (Frame et
al., 2002) dan kedelai (Olhoft et al., 2001; Olholf dan
Somers, 2001).
Walaupun ekspresi transien pada sisi aksilar lebih
tinggi daripada sisi skutelar, data ekspresi pada sisi
skutelar lebih penting. Dalam embriogenesis somatik
jagung, kalus embriogenik muncul dari sisi skutelar
eksplan embrio muda zigotik (Armstrong dan Green,
1985).
Data proporsi eksplan yang menghasilkan kalus
embriogenik pada 14 HSI digunakan untuk menduga
tingkat kemudahan dalam regenerasi untuk
mendapatkan tanaman transgenik dari sel transgenik.
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi ekspan
yang menghasilkan kalus embriogenik pada 14 HSI dari
eksplan Tom Thumb sangat rendah, dan jauh lebih
rendah daripada Hi-II. Rendahnya efisiensi
pembentukan kalus embriogenik dari eksplan Tom
Thumb diduga menjadi penyebab utama tidak
diperolehnya tanaman transgenik dari eksplan Tom
Thumb walaupun tingkat ekspresi transien GUS pada
sisi skutelar eksplan Tom Thumb lebih tinggi daripada
Hi-II (Tabel 1). Komposisi media yang digunakan
dalam penelitian ini tidak optimal untuk induksi atau
pembentukan kalus embriogenik dari eksplan Tom
Thumb.
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman
transgenik hanya diperoleh dari eksplan Hi-II yang
dikokultivasi pada media mengandung 100 mg/L L-
sistein; tidak diperoleh dari eksplan Hi-II yang
dikokultivasi pada media tanpa L-sistein. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan
Frame et al. (2002) bahwa L-sistein meningkatkan
efisisensi transformasi melalui peningkatan frekuensi
pembentukan tanaman transgenik. L-sistein
meningkatkan peluang terbentuknya tanaman transgenik
dengan cara memperkecil frekuensi kematian sel
meristematik khususnya pada sisi skutelar akibat
diinfeksi oleh Agrobacterium. Dengan menggunakan
eksplan dalam jumlah yang lebih besar, tanaman jagung
transgenik telah diproduksi dari eksplan Hi-II yang
dikokultivasi pada medium tanpa L-sistein dengan
efisiensi rendah (1.9%) (Utomo, 2004).
Dalam penelitian ini diperoleh empat transforman
transgenik independen (Tabel 2). Tanaman transgenik
dari transforman tersebut telah dikonfirmasi yaitu
diregenerasikan dari kalus embriogenik yang tumbuh
pada media seleksi yang mengandung 100 mg/L
paramomisin, bereaksi positif dalam uji nptII ELISA
dan histokimia GUS, dan bukti integrasi gen GUS
berdasar analisis hibridisasi Southern. Jumlah kopi gen
GUS yang terintegrasi relatif rendah yaitu berkisar
antara 1 sampai 4. Data Southern pada transformasi
genetik jagung menggunakan Agrobacterium yang
dilaporkan oleh Frame et al. (2002) juga menunjukkan
jumlah kopi gen terintegrasi berkisar antara 1sampai 4.
KESIMPULAN
Dibandingkan tanpa L-sistein, pemberian 100
mg/L L-sistein pada media kokultivasi meningkatkan
ekspresi transien GUS pada sisi skutelar eksplan Hi-II
dan Tom Thumb. Pemberian L-sistein meningkatkan
efisiensi transformasi menggunakan eksplan Hi-II
melalui peningkatan proporsi eksplan yang
menghasilkan tanaman transgenik. Dalam penelitian
ini, tanaman transgenik diperoleh dari eksplan Hi-II
yang dikokultivasi pada media yang mengandung 100
mg/L L-sistein, dengan efisiensi sebesar 4 transforman
independen per 70 eksplan atau 5.7%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dilaksanakan di Plant
Transformation Core Research Facility, University of
Nebraska-Lincoln (PTCRF-UNL), Nebraska, Amerika
Serikat sewaktu penulis sebagai visiting scholar di
tempat tersebut. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Thomas E. Clemente selaku direktur
PTCRF-UNL atas dukungan dana. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Shirley Sato selaku
teknisi PTCRF-UNL atas semua bantuan teknis dalam
pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, C.L., C.E. Green. 1985. Establishment and
maintenance of friable, embryogenic maize callus
and the involvement of L-proline. Planta 164:
207-214.
Armstrong, C.L., C.E. Green, R.L. Phillips. 1991.
Development and availability of germplasm with
high type II culture formation response. Maize
Genet Coop Newslett 65: 92-93.
Bass, H.W., L. C. Kang, A. Eyzaguirre. 2001. Tom
Thumb, a useful popcorn. Maize Genet. Coop.
Newslett. 75:62-63.
Chu, C.C., C.C. Wang, C.S. Sun, C. Hsu, K.C. Yin,
C.Y. Chu, F.Y. Bi. 1975 Establishment of an
efficient medium for anther culture of rice through
comparative experiments on the nitrogen source.
Sci. Sin. 18: 659-668.
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Setyo Dwi Utomo
16
D’Halluin, K., E. Bonne, M. Bossut, M. De Beuckleer,
J. Leemans. 1992. Transgenic maize plants by
tissue electroporation. Plant Cell 4: 1495-1505.
Dellaporta, S.L., J. Wood, J.B. Hicks. 1983. A plant
DNA minipreparation: Version II. Plant Mol.
Biol. Reptr. 1:19-21.
Frame B, H. Zhang, S. Cocciolone, L. Sidorenko, C.
Dietrich, S. Pegg, S. Zhen, P. Schnable, K. Wang.
2000. Production of transgenic maize from
bombarded Type II callus: effect of gold particle
size and callus morphology on transformation
efficiency. In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant 36:21-
29.
Frame, B. R., H. Shou, R. K. Chikwamba, Z. Zhang, C.
Xiang, T.M.. Fonger, S. Ellen, K. Pegg, B. Li, D.S.
Nettleton, D. Pei, K. Wang. 2002. Agrobacterium
tumefaciens-Mediated Transformation of Maize
Embryos Using a Standard Binary Vector System.
Plant Physiol. 129:13-22.
Gordon - Kamm, W.J., T.M. Spencer, M. Mangano,
T.R. Adams, R.J. Daines, W.G. Start, J.V. O'Brien,
S.A. Chambers, W.R. Adams Jr, N.G. Willetts.
1990. Transformation of maize cells and
regeneration of fertile transgenic plants. Plant Cell
2: 603-618.
Hansen, G. 2000. Evidence for Agrobacterium-induced
apoptosis in maize cells. Mol Plant-Microbe
Interact 13: 649-657.
Ishida, Y., H. Saito, S. Ohta, Y. Hiei, T. Komari, T.
Kumashiro. 1996. High efficiency transformation
of maize (Zea Mays L.) mediated by
Agrobacterium tumefaciens. Nature Biotechnol
14: 745-750.
Jefferson, R.A. 1987. Assaying chimeric genes in
plants: The gus gene fusion system. Plant Mol.
Biol. Rep. 5: 287-405.
Koncz, C, J. Schell. 1986. The promoter of TL-DNA
gene 5 controls the tissue specific expression of
chimeric genes carried by a novel type
Agrobacterium binary vector. Mol. Gen. Genet.
204:383-396.
Negrotto, D., M. Jolley, S. Beer, A.R. Wench, G.
Hansen. 2000. The use of phosphomannose-
isomerase as a selectable marker to recover
transgenic maize plants (Zea mays L.) via
Agrobacterium transformation. Plant Cell Rep. 19:
798-803.
Olhoft, P.M., D.A.Somers. 2001. L-Cysteine increases
Agrobacterium-mediated T-DNA delivery into
soybean cotyledonary-node cells. Plant Cell Rep
20: 706-711.
Olhoft, P.M., K. Lin, J. Galbraith, N.C. Nielsen, D.A.
Somers. 2001. The role of thiol compounds
increasing Agrobacterium-mediated transformation
of soybean cotyledonary-node cells. Plant Cell
Rep. 20:731-737.
Olhoft, P.M., L.E. Flagel, C.M. Donovan, D.A. Somers.
2003. Efficient soybean transformation using
hygromycin B selection in the cotyledonary-node
method. Planta 216:723-735.
Perl, A., O. Lotan, M. Abu-Abied, D. Holland. 1996.
Establishment of an Agrobacterium-mediated
transformation system for grape (Vitis vinifera L.):
the role of antioxidants during grape-
Agrobacterium interactions. Nature Biotechnol 14:
624-628.
Southern, E.M. 1975. Detection of specific sequences
among DNA fragments separated by gel
electrophoresis. J. Mol. Biol. 98:503-517.
Sutrisno, M. Herman, S. J. Pardal, E. Listanto, A.
Sisharmini, S. G. Budiarti, D. Damayanti, T.J.
Santoso, R. Wu. 2000. Regenerasi embrio muda
jagung Antasena dan Bisma yang ditembak dengan
Plasmid pTW-a dan pRQ6. Dalam Moejopawiro,
S., T. Purwadaria, M. Herman, A. Rukyani,
Sutrisno, H. Kasim, dan I. N. Orbani (eds.).
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Bioteknologi
Pertanian dalam rangka 25 Tahun Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Balitbangtan,
Deptan.
Utomo, S.D. 2004. Pengaruh Strain Agrobacterium
terhadap efisiensi transformasi genetik jagung
genotype Hibrida Hi-II. Ilmu pertanian
(Agricultural Science) 11:1-10..
Wilkinson, T. C. S. A. Thompson. 1987. Genotype,
medium, and genotype x medium effects on the
establishment of regenerable maize callus.
Maydica 32:89-105.
Wojtaszek, P. 1997. Oxidative burst: an early plant
response to pathogen infection. Biochem. J.
322:681-692.
Zhao, Z.Y., W. Gu, T. Cai, L.A. Tagliani, D.A.
Hondred, D. Bond, S. Krell, M.L. Rudert, W.B.
Bruce, D.A. Pierce. 1998. Molecular analysis of
T0 plants transformed by Agrobacterium and
comparison of Agrobacterium-mediated trans-
formation with bombardment transformation in
maize. Maize Genet. Coop. Newslett. 72: 34-37.
Bul. Agron. (33) (3) 7 – 16 (2005)
Pengaruh L-Sistein terhadap Efisiensi Transformasi .....
17
    • "Hinchee et al. (1988), Olhoft and Sommer (2001), and Utomo (2004a) reported transformation eficiency 0.3 ~ 2.2%, 16.4%, and 2.6 ~ 6.5% respectively. Previous studies also reported that the efficiency of transformation depended on Agrobacterium strains (Simmonds and Donaldson 2000; Utomo 2004b), selection marker (Cho et al. 2005), addition of antioxidant L-cysteine (Olhoft and Somers 2001; Frame et al. 2002; Utomo 2005). The cucumber plants were generally known as a recalcitrant plant species because of non-repeatability and genotype dependence (Gaba et al. 2004). "
    Full-text · Article · Sep 2016
    Hyun A JangHyun A JangSetyo Dwi UtomoSetyo Dwi UtomoSuk Yoon Kwon+2 more authors ...Pil Son ChoiPil Son Choi
    • "But, the efficiency of transformation varied among protocol and transformation materials. Based on the number of independent resistant calli on selection medium, Frame et al. (2002) and Utomo (2005) reported transformation efficiency of maize was 5.5 and 2.6%. Especially, Kim et al. (2009) reported the transformation efficiency (0.6%) of maize was decreased when embryogenic calli of HiII genotype used as explant. "
    [Show abstract] [Hide abstract] ABSTRACT: Problem statement: Plant-based vaccines posses some advantages over other types of vaccine biotechnology such as safety, low cost of mass vaccination programs and wider use of vaccines for veterinary medicine. These study was undertaken to develop the transgenic maize as edible vaccine candidate for animals. Approach: The immature embryos of HiII genotype were inoculated with A. tumefaciens strain C58C1 containing the binary vector V622. The vector was harbored nptII gene, which confers resistance to paromomycin and ApxIIA gene was produced ApxII toxin, which is generated in various serum types of A. pleuropneumoniae as a target gene. Results: The 1,027 immature embryos were immersed for 5 min in the Agrobacterium solution and then these were co-cultured on solid co-cultivation medium at 28°C for 2 days. After the delay period, the scutellum explants, axis removed embryos, were cultured on medium with 50 mg L −1 paromomycin for first 2 weeks and a paromomycin-resistant callus were sorted out on the selection medium with 100 mg L −1 paromomycin for 4×14 days. A total of twenty callus clones were selected and sixteen-putative transgenic plants were regenerated. Among them, only five plants contained the integrated nptII gene, which was confirmed by Southern blot analysis. Conclusion: These results demonstrated that the nptII and ApxIIA genes integrated into the maize genome and that the transgenic maizes could be use as vaccine candidate.
    Full-text · Article · Nov 2012
  • [Show abstract] [Hide abstract] ABSTRACT: One of the limitations to conducting maize Agrobacterium-mediated transformation using explants of immature zygotic embryos routinely is the availability of the explants. To produce immature embryos routinely and continuously requires a well-equipped greenhouse and laborious artificial pollination. To overcome this limitation, an Agrobacterium-mediated transformation system using explants of type II embryogenic calli was developed. Once the type II embryogenic calli are produced, they can be subcultured and/or proliferated conveniently. The objectives of this study were to demonstrate a stable Agrobacterium-mediated transformation of maize using explants of type II embryonic calli and to evaluate the efficiency of the protocol in order to develop herbicide-resistant maize. The type II embryogenic calli were inoculated with Agrobacterium tumefaciens strain C58C1 carrying binary vector pTF102, and then were subsequently cultured on the following media: co-cultivation medium for 1day, delay medium for 7days, selection medium for 4×14days, regeneration medium, and finally on germination medium. The T-DNA of the vector carried two cassettes (Ubi promoter-EPSPs ORF-nos and 35S promoter–bar ORF-nos). The EPSPs conferred resistance to glyphosate and bar conferred resistance to phosphinothricin. The confirmation of stable transformation and the efficiency of transformation was based on the resistance to phosphinothricin indicated by the growth of putative transgenic calli on selection medium amended with 4mgl−1 phosphinothricin, northern blot analysis of bar gene, and leaf painting assay for detection of bar gene-based herbicide resistance. Northern blot analysis and leaf painting assay confirmed the expression of bar transgenes in the R1 generation. The average transformation efficiency was 0.60%. Based on northern blot analysis and leaf painting assay, line 31 was selected as an elite line of maize resistant to herbicide.
    Article · Oct 2009