Aplikasi Logam Magnesium dan Paduannya Sebagai Material Baut Tulang Mampu Luruh Irza Sukmana1,*, Asep Hermanto1,2, Yanuar Burhanuddin1
1Program Studi Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Lampung,
Jalan
Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung
2SMK
Negeri 1 Seputih Agung, Jl. Raya Dono Arum Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah,Lampung *email: irza.sukmana@
gmail.com Abstrak Paper ini mereview peluang dan tantangan aplikasi logam magnesium dan paduannya sebagai material baut tulang mampu luruh. Dalam bidang ilmu kedokteran, baut tulang tidak luruh (non-degradable) merupakan material yang paling banyak dipakai untuk memperbaiki kerusakan pada patah tulang. Dengan inovasi baru dan perkembangan material maju, saat ini telah dimungkinkan penggunaan baut tulang mampu luruh (biodegradable bone screw) yang berbahan polimer maupun logam magnesium. Pakar teknologi kedokteran dan rekayasa biomedis meyakini potensi aplikasi magnesium dan paduannya sebagai salah satu kandidat utama biomaterial baut tulang mampu luruh di masa datang. Paduan magnesium serta beberapa temuan terbaru untuk material baut tulang mampu luruh juga akan dibahas dalam paper ini. Keywords: Baut tulang, logam magnesium, mampu luruh Pendahuluan Penemuan material baru selalu memegang peran kunci di dalam pengembangan teknologi baru. Pada saat ini, paduan dan komposit berbasis magnesium merupakan material baru yang telah digunakan pada berbagai aplikasi, seperti: alat elektronik, pesawat terbang, mesin mobil dan termasuk material untuk biomedik (biomedical meterials) atau biomaterial. Tingginya tingkat kebutuhan bahan pengganti tulang (bone implant) menyebabkan peneliti material dan kesehatan biomedis terus mengembangkan material maju yang memiliki sifat mekanik menyerupai tulang manusia sekaligus mempunyai sifat biocompatibility dan biodegradable yang optimum. Paduan logam berbasis magnesium (magnesium-based alloys) merupakan alternatif yang potensial untuk aplikasinya sebagai biomaterial tulang mengingat sifat mekaniknya yang menyerupai tulang manusia dan bila terdegradasi, magnesium merupakan unsur yang tidak berbahaya (non-toxic) bagi tubuh manusia. Magnesium juga merupakan elemen penting dalam proses pertumbuhan dan pembentuk tulang. Salah satu aplikasinya biomeaterial tulang adalah pembuatan baut tulang (bone screw) yang sering digunakan dalam proses penyembuhan trauma atau patah tulang (bone fracture). Sebagai contoh, pada kasus patah tulang kaki, tangan atau bahu, akan disarankan untuk di-implan logam penopang berupa pelat penyambung tulang bertekanan dinamis (dynamic compression plate, DCP) untuk membantu proses penyembuhan tulang yang terdiri dari pelat dinamis dan baut tulang, sebagaimana Gambar 1. DCP dapat dipasang secara internal (di dalam lapisan daging dan kulit, maupun external atau di luar kulit. Gambar 1. Pelat Kompresi Dinamik Pelat DCP dan baut tulang yang ada di Indonesia saat ini, adalah produk impor dan umumnya bukan logam yang dapat terdegradasi, seperti: baja tahan karat, titanium, dan platinum. Produk pelat dan baut tulang yang masih impor tersebut didisain untuk pasien di Eropa yang berpostur lebih besar dari orang Indonesia sehingga sebenarnya kurang cocok. Selain itu, sistem baut yang tidak terdegradasi akan memberikan efek sakit (trauma) pada pasien dua kali yaitu saat pemasangan dan pencabutan DCP. Bekas baut tulang juga akan menyisakan lubang pada tulang yang dapat memperbesar resiko patah tulang kedua. Paduan magnesium memiliki keunggulan karena dapat luruh dan tidak berbahaya (biodegradable), dimana waktu korosinya (corrosion time) dapat dimanipulasi sesuai dengan komposisi unsur menambahnya. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan berbagai peluang dan tantangan dalam implementasi magnesium dan paduannya untuk aplikasi material pembuat baut tulang mampu luruh. Sistem Penyembuhan patah tulang Jutaan orang menderita karena adanya trauma tulang yang dapat disebabkan baik oleh kecelakaan, penyakit, atau pun cacat bawaan. Angka kejadian trauma tulang juga terus meningkat seiring dengan banyaknya kasus trauma tulang yang disebabkan oleh faktor usia, seperti dengan adanya penuaan tulang (osteoporosis). Sebagai contoh, berdasarkan data
penderita yang dirawat di Staf Medis Fungsional (SMF) Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum DR. Soetomo Surabaya tahun 2001- 2005, menunjukkan bahwa penderita fraktur
tulang
akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 64,38%. Angka kejadian fraktur
tulang
pada mandibula
(rahang bawah)
dan maksila
(rahang atas)
menempati urutan terbanyak yaitu sebesar 29,85%, fraktur zigoma
(rangka wajah) 27,64% dan fraktur nasal (hidung) 12,66%
[1]. Kasus-kasus trauma dan fraktur tulang tersebut dapat
menimbulkan kerusakan pada struktur tulang
dan
sampai saat ini
proses rekonstruksi tulang
masih menjadi tantangan bagi para ahli bedah, karena proses penyembuhannya
seringkali
mengalami
gangguan
atau bahkan kegagalan
[2,3]. Saat ini, dalam aplikasi teknologi kedokteran biomedik menganjurkan bahwa untuk membantu proses rekonstruksi trauma tulang besar, dapat dilakukan terapi dengan menggunakan bantuan material penopang tulang berbentuk pelat tulang (bone plate), dan baut tulang (bone screw), atau disebut
pelat kompresi dinamis (dynamic compression plate, DCP).
Contoh
DCP
yang dipasang secara internal (dibawah kulit) atau eksternal (di luar permukaan kulit) pasien adalah sebagaimana Gambar 2. a b c Gambar 2. (a) Patah tulang, (b) fiksasi eksternal, dan (c) fiksasi internal Saat ini, Indonesia masih sangat tergantung terhadap produk trauma tulang impor, dimana telah di disain untuk postur tubuh orang luar negeri, sehingga kurang cocok untuk orang Indonesia. Selain itu, baut tulang yang tersedia adalah berbahan tidak mampu luruh (non- degradable materials), seperti: paduan titanium, stainless steel,paduan Co-Cr, dan platina. Baut jenis bahan yang tidak terdegradasi tersebut akan memberikan rasa sakit dan bekas lubang pada saat pengambilan pelat tulang sehingga berpotensi untuk memberikan patah kedua. Maka ada peluang untuk mendapatkan paduan logam yang mampu luruh dalam tubuh manusia sebagai bahan membuat baut tulang. Struktur dan Sifat Mekanik Tulang Tulang adalah material komposit sel terbuka yang terdiri dari sistem vaskular yang kompleks dan bagian-bagian signifikan yang berhubungan dengan dengan protein. Tulang juga seperti jaringan ikat lainnya, yang memiliki sel-sel, serat dan matriks. Tulang terdiri dari serat kolagen yang sangat sangat teratur memiliki ikatan. Struktur mikro tulang dapat dibedakan menjadi kompak atau tulang kortikal (cortical bone), dan bagian inti yang terdiri dari tulang seluler (cancellous bone) atau sering disebut struktur trabekular berpori. Kedua jenis tulang tersebut terdiri dari komposisi yang sama, masing-masing berisi proporsi yang berbeda dari bahan organik dan anorganik, tingkat porositas dan organisasi. Diagram struktur tulang manusia sebagaimana Gambar 3. 3 Gambar 3. Jenis-jenis Struktur Tulang Manusia Sifat Mekanik Tulang. Densitas tulang yang berstruktur kanselus (cancellous bone) dan kortikal (cortical bone) adalah berbeda, dimana tulang kanselus memiliki densitas lebih tinggi bila dibandingkan kortikal, hal ini menyebabkan besarnya beban yang dapat diterimanya juga berbeda. Semakin besar beban yang dapat diterima tulang tertentu, semakin tinggi densitasnya dan tulang akan berbentuk lebih padat. DCP dan Baut Tulang.
Secara klinis, produk DCP yang umum digunakan untuk penyembuhan fraktur tulang
pada
saat ini adalah jenis pelat
dan baut tulang berbahan tahan karat (non-degradable) tetapi didapatkannya beberapa kekurangan berupa
kesulitan pengambilan gambar sinar-X maupun MRI
scan
dan
potensi trauma tulang
kedua
pasca operasi pencabutan baut tulang setelah proses penyembuhan, telah membuka peluang bagi pengembangan material
yang mampu terdegradasi. Material baut tulang
yang
mampu terdegradasi,
secara umum dapat dibagi dua katagori, yaitu yang berbasis polymer (polymer-based) maupun logam (metal based) terutama magnesium dan paduannya. Baut tulang berbasis polimer yang sudah ada di pasaran
diantaranya adalah: PLA (poly-lactic acid), PGA (poly-glicolic acid), TMC (trimethylene carbonate), PDS (poly-diaxonone), dan berbagai ko-polimer dari bahan-bahan tersebut serta bahan kompositnya dengan variasi komposisi yang spesifik
(4-7].
Aplikasi baut tulang berbasis polimer memiliki kelebihan dalam hal modulus yang rendah dan tahanan deformasi terhadap fase anorganik, namun aplikasinya dibatasi karena kekuatan mekanik bahan yang relatif rendah. Bahan berbasis polimer dan ko-polimernya juga umumnya hanya dapat diaplikasikan untuk kasus fraktur tulang dengan gaya tarik, gaya geser dan gaya kompresi yang relatif rendah
[8] sebagaimana data pada Tabel 1.
Tabel.1. Perbandingan sifat mekanik polimer, logam, dan tulang manusia
Berdasarkan Tabel 1 diatas, keterbatasan matrial polimer dan logam yang tidak luruh
tersebut membuka peluang aplikasi baut tulang mampu terdegradasi berbasis magnesium yang memiliki kelebihan pada sifat
mekaniknya
dan modulus elastisitasnya yang baik dan menyerupai tulang manusia. Selain itu magnesium juga termasuk unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang manusia dan produk degradasinya tidak berbahaya bagi tubuh.
Konsep yang ingin diaplikasikan dalam implementasi baut tulang mampu terdegradasi berbahan magnesium adalah bahwa waktu degradasi (degradation time) antara baut tulang adalah sesuai dengan
proses penyembuhan fraktur tulang, dimana pada saat
sempurnanya
proses
penyam-bungan
tulang, di saat
yang sama
baut tulang terdegradasi, sehingga tidak diperlukan proses operasi
pengangkatan baut tulang.
Untuk
mengurangi kelemahan-
kelemahan
magnesium, para pakar material dunia
telah
berusaha mencari jenis komposit optimum
untuk meningkatkan kekuatan tarik dan elastisitas bahan,
dengan penambahan
beberapa
unsur, seperti: Aluminum (Al),
Argentem
/perak (Ag), Silikon (Si),
Tin
(Sn),
Zink
(Zn), dan
Zinkronium
(Zr)[
14].
Selain itu, untuk
mengatur
laju korosi magnesium yang
relative
tinggi, beberapa unsur
umumnya
ditambahkan
dalam paduannya,
seperti: Cadmium (Cd), Manganase (Mn),
Tin (Sn), Zink (Zn) dan Calsium (Ca) dengan angka konsentrasi optimum tertentu [13- 14] Kesimpulan Magnesium dan paduannya memiliki potensi yang besar untuk dapat diaplikasikan pada tulang. Penelitian untuk meningkatkan sifat mampu luruh dan sifat mekanik yang optimum pada paduan magnesium masih menjadi tantangan utama dalam implementasinya. Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kemenristekdikti atas Hibah Kompetensi
TA
2016, No.
Kontrak: 78
/UN26/8/LPPM/2016.
Referensi [1]
Reksoprawiro S, Bedah Kepala Leher XI, Penggunaan Miniplate pada Penata-laksanaan Fraktur Maxilofacial, Farmacia, Vol.7 No.1,
2006, p:56-57 [2] Zhao J, Zhiyuan Z, et al.
Apatite-Coated Silk
Fiboin
Scaffolds to
Heating
Mandibular Border
Defect
in Canines, Bone 45, Elsevier,
2009,
p:517-527.
[3]
Rimondini L, Nicolo N-A,
et al.
In Vivo
Experemental
Study on Bone Regeneration in Critical Bone Defects using An Injectable
Biodagradable
PLA/PGA Copolymer. Oral Surgery, Oral
Medical,
Oral Patholog, Bologna: Instituti
Orthopedic
Giardino
2004. [4]
Anker CJ, Holdridge SP, et al. Ultraporous beta-tricalcium phosphate is well incorporated in small cavitary defects. Clin. Orthop. Relat. Res., 2005, 434,
p.251-257 [5] Ignatius AA, Betz O, et al.
In vivo investigations on composites made of Resorbable ceramics and poly(lactide) used as bone graft substitutes. J. Biomed. Mater. Res.
2001, 58, p
.701-
709 [6]
Ignatius AA, Ohnmacht M,
et al.
A composite polymer/tricalcium phosphate membrane for guided bone regeneration in maxillofacial surgery. J. Biomed. Mater. Res.
2001,58, p
.564-569
[7] Taylor MS, Daniels AU, et al. Six bio- absorbable
polymers: in vitro acute toxicity of accumulated degradation products. J. Appl. Biomater.,
1994, 5, p.151-157 [8]
Wittenberg JM, Wittenberg RH,
et al.
Biomechanical properties of resorbable poly-
Llactide
plates and screws: a comparison with traditional systems. J. Oral Maxillofac. Surg., 1991, 49,
p.512-516 [9] DeGarmo PE.
Materials and processes in manufacturing, 5th ed. New York: Collin
Mac Millan,
1979.
[10
]Gibson L, Ashby M. Cellular solids: Structure and properties. Sydney; Pergamon Press; 1988,.
p. 1–41. [11
]Choi JW, Kong YM,
et al. Reinforcement of hydroxyapatite bioceramic by addition of Ni3Al and Al2O3. J. Am. Ceram. Soc. 1998, 81, p. 43–91. [12
]Thamaraiselvi TV, Rajeswari S.
Biological evaluation of bioceramic materials : a review. Trends Biomater Artif Organs, 2004, 19, p.9–17. [13
]Gu X, Zheng Y, et al. In vitro corrosion
and biocompatibility of binary magnesium alloys. Biomaterials, 2009, 30, p.484–498. [14]Fan Z. Development of the rheo- alloys. Mater. Sci. Eng. A,2005, 413, diecasting process for magnesium p.72–78. Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV) Bandung, 5-6 Oktober 2016 MT-034 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV) Bandung, 5-6 Oktober 2016 MT-034 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV) Bandung, 5-6 Oktober 2016 MT-034 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV) Bandung, 5-6 Oktober 2016 MT-034 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV) Bandung, 5-6 Oktober 2016 MT-034 Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV) Bandung, 5-6 Oktober 2016 MT-034 727 728 729 730 731 732