EFEKTIFITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA Yulia Pratiwi1, Haninda Bharata2, Agung Putra Wijaya2 1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unila 2Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unila FKIP Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandarlampung 1e-mail: ypratiwi97@gmail.com /Telp.: +6282176533635 Received: July 11th, 2019 Accepted: July 12th, 2019 Online Published: September 30th, 2019 Abstract: The effectiveness of the problem-based learning model in terms of students’ mathematical representation skills. This quasi-experimental research aimed to find out the effectiveness of the problem-based learning model in terms of students’ mathematical representation skills. The population of this research were all students of grade 7th of SMP Negeri 22 Bandarlampung in academic year of 2018/2019 as many as 294 students that were distributed into eleven classes that is VII A to VII K. The sample of this research was students of class VII I consist of 27 students and VII J consist of 25 students who were selected by cluster random sampling. The design used was the randomized pretest-posttest control group design. Research data were obtained through an essay test on social arithmetic. Analysis of this research data used the Mann-Whitney U test and binomial test. The results showed that mathematical representation skills of students following problem-based learning model was higher than mathematical representation skills of students following conventional learning, but the proportion of students who have mathematical representation skills on a good category in the class which used problem-based learning is not more than 60% of the number of students. Keywords: effectiveness, mathematical representation, problem based learning Abstrak: Efektivitas Model Problem Based Learning Ditinjau dari Kemampuan Representasi Matematis siswa. Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas model problem based learning ditinjau dari kemampuan representasi matematis siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 22 Bandarlampung semester genap tahun pelajaran 2018/2019 sebanyak 294 siswa yang terdistribusi dalam sebelas kelas yaitu kelas VII A sampai dengan kelas VII K. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII I sebanyak 27 siswa dan VII J sebanyak 25 siswa yang dipilih dengan teknik cluster random sampling. Desain penelitian yang digunakan adalah the randomized pretest-posttest control group design. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan representasi matematis yang berbentuk uraian pada materi aritmatika sosial. Analisis data penelitian ini menggunakan uji Mann-Whitney U dan uji tanda binomial. Berdasarkan hasil analisis data penelitian, kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti problem based learning lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, tetapi proporsi siswa yang memiliki kemampuan representasi matematis dengan kategori baik pada kelas yang menggunakan problem based learning tidak lebih dari 60% dari jumlah siswa. Kata kunci: efektivitas, problem based learning, representasi matematis PENDAHULUAN Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sangat diperlukan seiring dengan per-kembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan. Dalam kehidupan berbangsa dan ber- negara, pemerintah membuat aturan tentang hak dan kewajiban warganya untuk memperoleh pendidikan. Hal tersebut diatur dalam UUD 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mem-peroleh pendidikan dan wajib mengikuti pendidikan dasar. Melalui pendidikan, diharapkan siswa mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, diadakan suatu proses pembelajaran di sekolah yang mencakup berbagai mata pelajaran, salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari siswa di setiap jenjang pendidikan. NCTM (2000: 67) menetapkan lima standar kemampuan yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika, yaitu kemampuan representasi, pemecahan masalah, komunikasi, koneksi, dan penalaran. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan representasi merupakan salah satu bagian penting dalam pembelajaran matematika. Representasi itu sendiri merupakan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide-ide dengan ekspresi matematis untuk menyelesaikan suatu masalah. NCTM (2000: 280) menyatakan bahwa dengan representasi matematis, siswa dapat mengembangkan dan memperdalam pemahamannya tentang konsep-konsep matematika dan membantu siswa mengomunikasikan pemikirannya. Dengan demikian, kemampuan representasi matematis perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Pentingnya pengembangan kemam- puan representasi matematis siswa didasari atas lemahnya kemampuan matematis yang dimiliki oleh sebagian besar siswa Indonesia. Menurut OECD (2016: 5), hasil Programme for International Student Assesement (PISA) menunjukkan rata-rata kemampuan matematis untuk siswa Indonesia pada tahun 2015 masih rendah yaitu sebesar 386 dibandingkan standar skor kemampuan matematis internasional yaitu sebesar 490. Salah satu faktor penyebab rendahnya hasil PISA siswa Indonesia menurut Karimah (2017: 25) yaitu pada umumnya siswa kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal karakteristik PISA. Karakteristik soal PISA tersebut yaitu berupa masalah kontekstual yang menuntut penalaran serta mengharuskan siswa untuk dapat memahami terlebih dahulu maksud soal sebelum menyelesaikannya. Siswa yang terbiasa mengerjakan soal-soal rutin dan meniru cara guru dalam menyelesaikan masalah akan mengalami kesulitan ketika mendapat soal-soal tidak rutin. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya siswa di Indonesia mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang membutuhkan tahap analisis dalam penyelesaiannya. Berdasarkan hal tersebut kemampuan analisis atau penalaran siswa di Indonesia masih tergolong rendah. Menurut Charmila (2016: 204), pada proses analisis dan penalaran dibutuhkan kemampuan representasi matematis. Dengan demikian, kemampuan representasi matematis siswa di Indonesia masih belum optimal. Masalah kemampuan representasi matematis siswa Indonesia juga terjadi di SMP Negeri 22 Bandarlampung. Berdasarkan hasil wawancara pada hari Rabu, 12 September 2018 dengan beberapa siswa dan salah satu guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 22 Bandarlampung, diperoleh informasi bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan menentukan penyelesaian dari soal yang diberikan terutama soal dalam bentuk cerita, dimana siswa harus mengubah soal cerita tersebut ke dalam bentuk gambar ekspresi matematis dalam penyelesaiannya. Siswa kesulitan dalam merepresentasikan ide, yaitu sulit mengungkapkan gagasan dalam bentuk ekspresi matematis kata-kata dalam menyelesaikan masalah matematika. Hal ini menunjukkan rendahnya kemampuan representasi matematis siswa kelas VII SMP Negeri 22 Bandarlampung. Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 22 Bandarlampung, guru belum sepenuhnya menerapkan proses pem- belajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013. Guru sudah mulai menerapkan pendekatan saintifik selama kegiatan pembelajaran di kelas dengan mengikuti langkah-langkah pembelajaran yang ter- dapat dalam BSE yang diterbitkan oleh pemerintah. Hanya saja, kegiatan pem- belajaran di kelas masih didominasi oleh guru. Saat pembelajaran berlangsung, siswa tidak fokus mendengarkan penjelasan materi sehingga tidak paham dengan materi yang dijelaskan oleh guru. Kebanyakan siswa hanya diam dan enggan bertanya tentang hal yang belum dipahami. Namun, saat diberikan permasalahan, siswa menjadi antusias dan mulai mencoba menyelesai- kan permasalahan secara mandiri maupun berdiskusi dengan teman-temannya, bahkan sebelum diinstruksikan oleh guru. Mencermati karakteristik siswa SMP Negeri 22 Bandarlampung yang diketahui melalui observasi, model problem based learning diduga sesuai untuk menciptakan pembelajaran yang efektif sehingga dapat mengatasi rendahnya kemampuan re- presentasi matematis siswa. Menurut Sudiyasa (2014: 159), problem based learning adalah suatu model pembelajaran matematika yang memusatkan siswa pada masalah kehidupan yang bermakna. Menurut Muniroh (2015: 38), problem based learning merupakan pembelajaran yang menuntut guru untuk bertindak sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Peran guru dalam hal ini adalah mengembangkan kesadaran siswa mengenai apa yang harus dilakukan dalam belajar matematika, berusaha melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan dapat mendorong siswa untuk bekerja mandiri dan mengkonstruksi belajar mereka sendiri. Siswa memiliki kesempatan untuk mencari, menemukan, mendiskusikan, dan mencoba hal yang baru dalam upaya menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan dunia nyata. Menurut Trianto (2014: 70), problem based learning memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya berpikir yang bersifat konkret, tetapi juga berpikir tentang ide-ide yang abstrak dan kompleks. Dengan demikian, problem based learning dapat melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan matematis khususnya kemampuan representasi. Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini untuk mengkaji efektivitas model problem based learning ditinjau dari kemampuan representasi matematis siswa. METODE Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP Negeri 22 Bandar- lampung semester genap tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dari 294 siswa dan terdistribusi pada sebelas kelas yaitu kelas VII A sampai dengan kelas VII K dengan meniadakan kelas unggulan. Artinya, setiap kelas memuat siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah secara merata. Berdasarkan karakteristik populasi, pengambilan sampel penelitian dilakukan menggunakan teknik cluster random sampling yaitu mengambil dua kelas sampel secara acak dari beberapa kelompok ter-tentu. Terpilihlah kelas VII J dengan 25 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VII I dengan 27 siswa sebagai kelas kontrol. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) yang terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan representasi matematis siswa. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah the randomized pretest-posttest control group design. Pemberian pretest dilakukan sebelum diberikan perlakuan untuk mendapatkan data awal kemampuan representasi matematis siswa, sedangkan pemberian posttest dilakukan setelah diberikan perlakuan untuk mendapatkan data akhir kemampuan representasi matematis siswa. Data penelitian ini merupakan data kuantitatif. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pe- laksanaan, dan tahap akhir. Instrumen penelitian ini adalah instrumen tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa berupa soal uraian dengan materi aritmatika sosial yang berjumlah empat butir soal. Tes ini diberikan kepada siswa secara individu untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan model problem based learning dan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Setiap butir soal memiliki satu atau lebih indikator kemampuan representasi mate- matis. Untuk memperoleh data yang akurat, instrumen tes yang digunakan harus valid, reliabel, memiliki daya pembeda butir soal minimal cukup, dan tingkat kesukaran butir soal dengan kriteria mudah, sedang, dan sukar. Dalam penelitian ini, validitas didasarkan pada validitas isi. Suatu tes dikategorikan valid jika butir-butir tesnya sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang diukur. Kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dengan kemampuan bahasa yang dimiliki siswa dinilai berdasarkan penilaian guru mata pelajaran matematika dengan menggunakan daftar cek (check- list). Hasil validasi oleh guru mitra menunjukkan bahwa instrumen tes yang digunakan untuk mengumpulkan data ke- mampuan representasi matematis siswa telah dinyatakan valid. Dengan demikian, instrumen dapat dapat diujicobakan kepada siswa di luar sampel yaitu pada kelas IX D untuk mengetahui reliabilitas, daya pembeda (DP), dan tingkat kesukaran (TK). Berdasarkan hasil perhitungan, hasil uji coba instrumen disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Coba Instrumen No Reliabilitas DP TK 1a 0,80 (reliabel) 0,64 (baik) 0,72 (mudah) 1b 0,56 (baik) 0,61 (sedang) 2 0,44 (baik) 0,67 (sedang) 3a 0,44 (baik) 0,78 (mudah) 3b 0,33 (cukup) 0,51 (sedang) 4 0,50 (baik) 0,28 (sukar) Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa instrumen tes kemampuan representasi matematis telah memenuhi kriteria tes yang baik sehingga instrumen layak digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan representasi matematis siswa. Pada penelitian ini terdapat dua hipotesis yang diuji. Hipotesis pertama yaitu kemampuan representasi matematis siswa pada kelas yang menggunakan model problem based learning lebih tinggi daripada kemampuan representasi mate- matis siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Hipotesis kedua yaitu proporsi siswa yang memiliki kemampuan representasi matematis ter- kategori baik pada kelas yang meng- gunakan model problem based learning lebih dari 60% dari jumlah siswa. Sebelum melakuan uji hipotesis harus dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu. Kategori kemampuan representasi matematis siswa dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan penilaian acuan norma (PAN). Pengkategorian dapat ditentukan dengan menggunakan rata-rata (..¯) dan simpangan baku (s) yang didapat dari data akhir kemampuan representasi matematis siswa (x) yang menggunakan model problem based learning dengan kategori yaitu: (1) kategori sangat tinggi apabila ..=..¯+1,5 (..), (2) kategori tinggi apabila ..¯+0,5 (..)=..<..¯+1,5(..), (3) kategori sedang apabila ..¯-0,5 (..)=..< ..¯+0,5 (..),(4) kate-gori rendah apabila ..¯-1,5 (..)=..<..¯-0,5(..),dan (5) kategori sangat rendah apabila ..<..¯- 1,5(..). Berdasarkan data akhir ke- mampuan representasi matematis siswa yang menggunakan model problem based learning, diperoleh bahwa ..¯=12 dan ..= 4,45. Interpretasi kategori kemampuan representasi matematis disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Interpretasi Kemampuan Repre- sentasi Matematis Siswa Interval Kemampuan Representasi Matematis Siswa Interpretasi x = 18,68 Sangat Tinggi 14,23= x < 18,68 Tinggi 9,77= x < 14,23 Sedang 5,32= x < 9,77 Rendah x < 5,32 Sangat Rendah Kriteria kemampuan representasi matematis terkategori baik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sangat tinggi, tinggi, dan sedang. Hal ini berdasarkan Jusmawati (2015: 36) yang menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif jika rata-rata skor hasil belajar minimal berada pada interpretasi sedang. Sebelum dilakukan uji hipotesis penelitian, dilakukan analisis terlebih dahulu terhadap data awal kemampuan representasi matematis siswa pada kedua kelas sampel. Tujuan analisis data awal kemampuan representasi matematis siswa pada kedua sampel adalah untuk me- ngetahui apakah data awal kemam-puan representasi matematis siswa pada kedua sampel sama atau tidak. Berdasarkan uji prasyarat, diketahui bahwa data awal kemampuan representasi matematis siswa kedua kelas sampel tidak berdistribusi normal. Analisis berikutnya adalah menguji perbedaan data awal kemampuan representasi matematis siswa dengan menggunakan uji Mann-Whitney U. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney U pada taraf signifikan 0,05 diperoleh nilai |..h.......... |=1,37 < ..0,45 =1,65. Hal ini berarti data awal kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan model problem based learning sama dengan data awal kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan pembe-lajaran konvensional. Selanjutnya dilakukan analisis hipotesis penelitian menggunakan data akhir kemampuan representasi matematis siswa. Sebelum dilakukan uji hipotesis penelitian, dilakukan uji prasyarat untuk mengetahui normalitas data. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data akhir kemampuan representasi matematis siswa tidak berdistribusi normal. maka analisis berikutnya adalah melakukan uji hipotesis pertama dengan menggunakan uji Mann Whitney-U. Selanjutnya uji hipotesis kedua menggunakan uji tanda binomial. HASIL DAN PEMBAHASAN Data awal kemampuan representasi matematis pada kelas yang menggunakan model problem based learning dan kelas konvensional diperoleh dari skor pretest. Skor pretest tersebut dianalisis untuk me- ngetahui apakah data awal kemampuan representasi matematis siswa pada kedua kelas sampel tersebut sama atau tidak. Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan, diperoleh data awal kemampuan representasi matematis pada kedua kelas yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Awal Kemampuan Repre- sentasi Matematis Kelas Rata- rata Simpangan Baku Problem Based Learning 1,88 2,08 Konvensional 0,96 1,53 Berdasarkan Tabel 3, rata-rata dan simpangan baku untuk skor awal kemampuan representasi matematis siswa pada kelas yang menggunakan problem based learning lebih tinggi daripada kelas konvensional. Selisih rata-rata dari kedua kelas sebesar 0,92. Data simpangan baku menunjukkan bahwa penyebaran skor awal kemampuan representasi matematis pada kelas yang menggunakan model problem based learning lebih beragam dibanding- kan dengan kelas konvensional. Data akhir kemampuan representasi matematis yang diperoleh dari skor posttest disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Data Akhir Kemampuan Re- presentasi Matematis Kelas Rata- rata Simpangan Baku Problem Based Learning 12 4,45 Konvensional 9,11 5,38 Berdasarkan Tabel 3, rata-rata untuk skor akhir kemampuan representasi matematis siswa kelas yang menggunakan model problem based learning lebih tinggi dari kelas konvensional. Selisih rata-rata dari kedua kelas sebesar 2,89. Selanjutnya, simpangan baku untuk skor akhir kemampuan representasi matematis siswa pada kelas yang menggunakan model problem based learning lebih rendah dibandingkan pada kelas konvensional. Data sim-pangan baku tersebut menunjukkan bahwa penyebaran skor akhir kemampuan representasi matematis pada kelas konvensional lebih beragam dibandingkan dengan kelas yang menggunakan model problem based learning. Berdasarkan hasil uji normalitas, diperoleh bahwa sampel data pada kelas eksperimen dan kontrol tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu, uji hipotesis pertama dilakukan menggunakan uji Mann- Whitney U dengan bantuan program Microsoft Excel 2010. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney U pada taraf signifikan 0,05 diperoleh nilai |..h.......... |=2,04 > ..0,45 = 1,65 Dengan demikian, kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan model problem based learning lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Untuk mengetahui proporsi siswa yang memiliki kemampuan representasi matematis terkategori baik, maka dilakukan uji proporsi. Berdasarkan hasil perhitungan pada taraf signifikan 0,05 diperoleh nilai ..h..........=1,23 kurang dari ..0,45=1,65. Hal ini berarti proporsi siswa yang memiliki kemampuan representasi matematis dengan kategori baik pada kelas yang menggunakan problem based learning tidak lebih dari 60% dari jumlah siswa. Tabel 5. Pencapaian Awal Indikator Ke- mampuan Representasi Matematis Indikator E (%) K (%) Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi tabel 20,67 11,11 Indikator E (%) K (%) Menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematis 0,33 1,23 Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis 20,00 4,94 Rata-Rata 13,67 5,76 Keterangan: E = Kelas Eksperimen K = Kelas Kontrol Data kemampuan representasi matematis siswa selanjutnya digunakan untuk melihat pencapaian awal dan pencapaian akhir indikator kemampuan representasi matematis siswa pada kedua kelas. Data pencapaian awal indikator kemampuan representasi matematis siswa disajikan pada Tabel 5. Data pencapaian akhir indikator kemampuan representasi matematis siswa disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pencapaian Akhir Indikator Kemampuan Representasi Matematis Indikator E (%) K (%) Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi tabel 72,67 53,09 Menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematis 49,67 37,96 Menjawab soal dengan menggunakan 56,00 45,68 Indikator E (%) K (%) kata-kata atau teks tertulis Rata-Rata 59,44 45,58 Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6 terlihat bahwa rata-rata pencapaian awal dan akhir indikator kemampuan representasi matematis siswa pada kelas yang menggunakan problem based learning lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Pencapaian setiap indikator kemampuan representasi matematis siswa kelas yang menggunakan model problem based learning lebih tinggi daripada kelas konvensional. Pada setiap indikator kemampuan representasi matematis, terlihat bahwa perbedaan pencapaian pada kelas problem based learning dan kelas konvensional cukup signifikan. Dengan demikian peningkatan pencapaian indika- tor kemampuan representasi matematis kelas yang menggunakan problem based learning lebih tinggi daripada peningkatan pencapaian indikator kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil uji hipotesis pertama, kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti problem based learning lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Namun pada uji hipotesis kedua, proporsi siswa yang memiliki kemampuan representasi matematis terkategori baik pada kelas yang menggunakan problem based learning tidak lebih dari 60% dari jumlah siswa. Dengan demikian, model problem based learning tidak efektif ditinjau dari kemampuan representasi matematis siswa kelas VII SMP Negeri 22 Bandarlampung semester genap tahun pelajaran 2018/2019. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian lain mengenai kemampuan representasi matematis dan problem based learning. Hasil penelitian Sari (2014) dan Syaifatunnisa (2015) menunjukkan bahwa problem based learning dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti problem based learning lebih tinggi daripada rata-rata peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konven- sional. Selanjutnya, pada penelitian yang telah dilakukan oleh Muthi’ah (2015) disebutkan bahwa proporsi siswa yang memiliki kemampuan representasi mate- matis dengan kategori baik pada kelas yang mengikuti problem based learning tidak lebih dari 60%. Hasil uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa problem based learning dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Meningkat- nya kemampuan representasi matematis siswa merupakan akibat dari dilaksanakannya problem based learning dimana pembelajaran diawali dengan pemberian masalah nyata dalam kehidupan sehari hari. Menurut Muchlis (2012: 139), dengan disajikannya permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan lebih mudah memahami dan memaknai permasalahan yang diberikan sehingga siswa dengan mudah akan mengeluarkan ide atau gagasannya dalam memilih cara yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini berarti bahwa dengan diberikannya masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan lebih mudah dalam mengonstruksi pemahamannya sendiri. Selain dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pemahamannya sendiri, problem based learning juga menuntut siswa untuk lebih berperan aktif selama pembelajaran berlangsung karena memberikan banyak kesempatan siswa untuk dapat menge- mukakan ide atau gagasannya terkait penyelesaian masalah yang diberikan. Menurut Budiningsih (2012: 48), kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Pada problem based learning, keterlibatan aktif siswa terlihat dari proses penyelesaian permasalahan yang diberikan. Pada awal pembelajaran, siswa diberikan LKPD yang berisi suatu masalah dan perlu dicari penyelesaiannya. Pada pertemuan pertama siswa masih terlihat kebingungan dikarenakan proses pembelajaran berbeda dengan biasanya. Namun, pada pertemuan selanjutnya siswa sudah terbiasa dan antusias dengan pembelajaran yang diawali dengan suatu masalah. Setelah siswa memahami masalah yang diberikan, kemudian siswa menyelesaikan permasalahan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada LKPD. Dalam menyelesaikan masalah, siswa berdiskusi dengan anggota kelompoknya dan diperbolehkan untuk mencari informasi tambahan pada buku pegangan siswa serta dibimbing oleh guru. Setelah siswa menyelesaikan permasalahan pada LKPD, perwakilan kelompok mem- presentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Pada proses ini terjadi diskusi kelas dikarenakan beberapa kelompok memiliki jawaban yang beragam. Masing-masing kelompok memberikan penjelasan dari penyelesaian masalah yang diperoleh. Selanjutnya, siswa dengan bimbingan guru menganalisis dan mengevaluasi penyelesaian masalah untuk mendapatkan kesimpulan bersama dan menghindari adanya kesalahan konsep. Berbeda dengan problem based learning, pada pelaksanaan pembelajaran konvensional guru memberikan penjelasan terkait materi yang dipelajari. Pada proses ini, siswa mendengarkan dan memerhatikan penjelasan materi dari guru, dan mencatatnya. Pada proses pembelajaran ini, siswa lebih banyak mendengarkan dan mencatat penjelasan guru sehingga pemahaman dan informasi yang siswa peroleh hanya berasal dari yang disampaikan oleh guru. Setelah itu siswa diberikan contoh-contoh soal yang berkaitan dengan materi beserta cara penyelesaiannya. Selama kegiatan belajar tersebut, siswa diberi kesempatan untuk bertanya dengan guru apabila ada materi yang belum dipahami, namun dalam kegiatan ini jarang ada siswa yang bertanya. Sebagian besar siswa pasif dan cenderung mengatakan paham akan materi yang disampaikan. Pada tahap terakhir, siswa diberikan latihan soal. Setelah selesai mengerjakan latihan soal, siswa diminta untuk menulis- kan jawabannya di papan tulis. Namun, hanya beberapa siswa saja yang mau menuliskan jawaban di papan tulis dan selalu siswa yang sama. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembelajaran siswa tidak terlibat aktif dan bebas berpendapat dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Berdasarkan kegiatan pada pembelajaran konvensional, siswa lebih pasif dan memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk mengonstruksi pemaha- mannya sendiri dibandingkan dengan siswa yang mengikuti problem based learning. Hal tersebut mengakibatkan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional memiliki peluang yang lebih kecil dalam meningkatkan kemampuan representasi matematis dibandingkan dengan siswa yang mengikuti problem based learning. Kemampuan representasi matematis siswa juga dapat ditinjau dari pencapaian indikator pada tes awal dan tes akhir. Pada tes awal, rata-rata pencapaian indikator kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti problem based learning lebih tinggi dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Pencapaian tertinggi pada kelas eksperimen maupun kontrol sebelum pembelajaran yaitu pada indikator menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi tabel. Pada indikator menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi tabel dan indikator menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis, pencapaian awal siswa pada kelas problem based learning lebih tinggi daripada siswa pada kelas konvensional. Akan tetapi, pada indikator menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematis, pencapaian awal siswa pada kelas konvensional lebih tinggi daripada siswa kelas problem based learning. Pada tes akhir, pencapaian tiap indikator kemampuan representasi matematis siswa pada kedua kelas sampel mengalami peningkatan dari kemampuan awal. Setelah dilakukan pembelajaran, diperoleh bahwa pencapaian tiap indikator dan rata-rata pencapaian indikator kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti problem based learning lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa jika ditinjau dari pencapaian indika tor kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti problem based learning lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Proses pelaksanaan problem based learning yang dilakukan di SMP Negeri 22 Bandarlampung mengalami beberapa kendala. Pada pertemua pertama, siswa masih terlihat bingung dalam mengerjakan LKPD dan kondisi kelas kurang kondusif pada saat berdiskusi. Terdapat siswa yang berjalan-jalan keliling kelas untuk bertanya ke kelompok lain terkait permasalahan yang ada pada LKPD. Hal ini karena siswa cukup mengalami kesulitan untuk memahami permasalahan yang ada pada LKPD. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menemukan penyelesaian dari permasalahan yang ada pada LKPD. Kendala lain yang ditemukan adalah siswa belum mampu memberanikan diri untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas sehingga guru harus menunjuk perwakilan kelompok terlebih dahulu untuk bersedia mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Pada pertemuan kedua, siswa telah memahami langkah-langkah yang ada pada problem based learning. Suasana kelas juga sudah cukup kondusif ketika diskusi ber- langsung. Namun, masih ada siswa yang bertanya terlebih dahulu sebelum mencari informasi dari sumber belajar yang ada. Selain itu, masih ada siswa yang cenderung mengerjakan LKPD secara individu walaupun telah dikondisikan untuk duduk secara berkelompok dan di-berikan arahan untuk berdiskusi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada pada LKPD. Pertemuan ketiga hingga pertemuan terakhir, siswa sudah terbiasa secara mandiri untuk memahami permasalahan terlebih dahulu. Siswa juga sudah mulai terbiasa berdiskusi dengan anggota kelom- poknya untuk bertukar ide atau gagasan dalam menyelesaikan per-masalahan yang ada pada LKPD. Saat mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas, siswa dengan sendirinya bersedia untuk ke depan bahkan terkadang ada yang berebut. Kemudian guru bersama siswa memperbaiki jawaban siswa yang kurang tepat dan membimbing siswa dalam meyimpulkan temuan yang di- peroleh. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, meskipun kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti problem based learning lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, tetapi proporsi siswa yang memiliki kemampuan repre- sentasi matematis dengan kategori baik pada kelas yang menggunakan problem based learning tidak lebih dari 60% dari jumlah siswa. Dengan demikian, model problem based learning tidak efektif ditinjau dari kemampuan representasi matematis siswa kelas VII SMP Negeri 22 Bandarlampung semester genap tahun pelajaran 2018/2019. DAFTAR RUJUKAN Charmila, Ninik. 2016. Pengembang-an Soal Matematika Model PISA Menggunakan Konteks Jambi. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. (Onli-ne), Vol. 20, No. 2, (https:// journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/viewFile/7444/8451), diakses 24 September 2018. Jusmawati, Upu, H., dan Darwis, M. 2015. Efektivitas Penerapan Model Berbasis Masalah Setting Kooperatif dengan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Matematika di Kelas X SMA Negeri 11 Makassar. Jurnal Daya Matematis. (Online), Vol. 3, No. 1, (http://ojs.unm.ac.id/J DM/article/view/1314), diak-ses 9 April 2019. Karimah, Aminatul. 2017. Analisis Kesalahan Siswa dalam Me- nyelesaikan Soal PISA. Jur-nal Ilmiah. (Online), Vol. 1, No. 6, (http://jurnalmaha sis wa.unesa.ac.id/index.php/mathedunesa/article/view/19723/18037), diakses 24 September 2018. Muchlis, Effie Efrida. 2012. Pe-ngaruh Pendekatan Pendi-dikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Terhadap Perkembangan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa. Jurnal Exacta. (Online), Vol. 10, No. 2, (http://repository. unib.ac.id/519/1/08.%20Effie%20Efrida%20Mukhlis.pdf), diakses 20 Maret 2019. Muniroh, Alimul. 2015. Academic Engagement Penerapan Mo-del Problem Based Learning di Madrasah. Malang: LkiS Pelangi Aksara. Muthi'ah, Karimah.2015. Efektivitas Model Problem Based Learn-ing Ditinjau dari Representasi Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Uni-la. (Online), Vol. 3, No. 6, (http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index. php/MTK/article/view/10101/6775), diakses 22 Juni 2019. NCTM. 2000. Principles and Stan-dards for School Mathema-tics. Virginia: NCTM. OECD. 2016. Pisa 2015 Results in Focus. (online), (https://www .oecd.org/pisa/p isa-2015 res ults- in-focus.pdf), diakses 15 September 2018. Sari, Intan Permata. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemam-puan Representasi Matematis dan Belief Siswa. Jurnal Pen-didikan Matematika Unila. (Online), Vol. 2, No. 7, (http: //jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/ MTK/article/view/6363/3931), diakses 26 April 2019. Sudiyasa, I Wayan. 2014. Mengem- bangkan Kemampuan Ber-pikir Kritis dengan Pembela-jaran Berbasis Masalah. Pro-siding Seminar Nasional Pen-didikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Sili-wangi Bandung Vol. I Hlm. 157-160. Syaifatunnisa, Istasari. 2015. Efek-tivitas Problem Based Learn-ing Terhadap Kemampuan Representasi dan Self Confi-dence Matematis Siswa. Jur- nal Pendidikan Matematika Unila. (Online), Vol. 3, No. 4, (http://jurnal.fkip.unila.ac. id/index.php/MTK/article/view/9033/5696), diakses 26 April 2019. Trianto. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Prog-resif, dan Kontekstual. Jakar-ta: Kencana Prenada Media Group