PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA Cinta Octaviani Siahaan1, Caswita2, Haninda Bharata2 1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unila 2Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unila FKIP Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandarlampung 1e-mail: cintaoctaviani61@gmail.com Telp.: +6282177067636 Received: February 20th, 2019 Accepted: July 2rd, 2019 Online Published: September 30th, 2019 Abstract: The Influence of Discovery Learning Model Towards Student’sMathematical Concept Comprehension. This experimental research aimed to know the Influence of the discovery learning model on student’s mathematical concept comprehension. The population of this research was all students of class VIII SMP Negeri 1 Natar in the academic year 2018/2019 as many as 300 students that were distributed, into 11 classes. The sampling was done by purposif samplingtechnique and it was chosen students of VIII A as many as 25 students and VIII Bas many as 30 students as samples. The design used was the randomized pretestposttestcontrol grup design. The data in this researh were obtained bymathematical concept comprehension test. The data analysis of this research usedt-test. Based on the result of research, it was concluded discovery learning model has an effect on students' conceptual understanding of mathematics. Keyword: discovery learning, understanding of mathematical concepts Abstrak: Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model discovery learning ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Natar tahun pelajaran 2018/2019 sebanyak 300 siswa yang terdistribusi dalam 11 kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposif sampling dan terpilih siswa pada kelas VIII A sebanyak 25 siswa dan VIII B sebanyak 30 siswa sebagai sampel. Desain penelitian yang digunakan adalah the randomized pretest-posttest control grup design. Data penelitian diperoleh melalui tes pemahaman konsep matematis. Analisis data yang digunakan adalah uji t. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa model discovery learning berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Kata kunci: discovery learning, pemahaman konsep matematis PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sistem yang memiliki peran penting dalam mempersiapkan SDM melalui pengembangan potensi diri setiap peserta didik. Hal ini tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan yang merupakan sarana yang terencana sudah menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Menurut Patria (2007: 21) menyatakan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan siswa berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Pemahaman konsep sangat penting karena dengan penguasaan konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari matematika. Pada setiap pembelajaran diusahakan lebih ditekankan pada penguasaan konsep agar siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar yang lain seperti penalaran, komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah. Pemahaman konsep sangat penting karena dengan penguasaan konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari matematika. Menurut Zulkardi (Murizal, 2012) mata pelajaran matematika menekankan pada konsep, artinya dalam mempelajari matematika siswa harus terlebih dahulu memahami konsep matematika agar dapat menyelesaikan soal-soal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut di dunia nyata. Soedjadi (2000: 138) mengemukakan bahwa matematika adalah salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Mengingat pentingnya pembelajaran matematika sebagai bagian dari pendidikan, maka sudah seharusnya setiap siswa baik dari jenjang pendidikan usia dini hingga menengah dapat menguasai pelajaran matematika. Hal tersebut berarti bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki agar siswa mampu memahami materi-materi yang berhubungan dengan suatu konsep dalam matematika sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran berikutnya dengan baik ataupun kaitannya dengan kehidupan seharihari. Akan tetapi, pada umumnya di Indonesia, pemahaman konsepnya belum tercapai dengan baik, hal ini dapat dilihat dari hasil survei studi internasional tentang prestasi matematika dan sains oleh TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2015 lalu, Indonesia berada di urutan ke-45 dari 50 negara. Hasil survei ini mempertegas bahwa posisi Indonesia relatif rendah dengan skor 397 dibandingkan dengan negaranegara lain. Domain dari survei tersebut meliputi knowing (mengetahui), applying (mengaplikasikan), dan reasoning (penalaran) dengan perbandingan rata-rata persentase jawaban benar peserta didik Indonesia dan internasional 26 : 50. Hasil yang diperoleh dari survei tersebut memberikan gambaran peserta didik kita memiliki kemampuan yang rendah pada domain pengetahuan, penerapan, dan penalaran. Domain pengetahuan dan penerapan merupakan indikator dari pemahaman konsep. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep peserta didik khususnya kelas VIII pada sekolah menengah pertama cukup rendah. Hal itu sejalan dengan pendapat Sari (2015: 303), peserta didik Indonesia belum mampu memahami dan menerapkan pengetahuan dalam masalah yang kompleks, membuat kesimpulan, dan menyusun generalisasi. Rendahnya pemahaman peserta didik juga terjadi di SMP Negeri 1 Natar dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 70 belum dapat dicapai oleh seluruh peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari rata- rata nilai hasil ujian semester genap T.P. 2017/2018 untuk mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 1 Natar yaitu 55,3. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pembelajaran yang mampu untuk membuat kemampuan pemahaman konsep matematis siswa menjadi lebih baik. Ausubel (Nugroho, 2016) menyatakan bahwa pembelajaran dapat dibedakan menjadi belajar dengan menerima misal ekspositori dan belajar dengan menemukan misal penemuan yang keduanya dapat diusahakan agar menjadi pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pada belajar dengan menerima, siswa hanya menerima materi pelajaran yang disampaikan guru dan menghafalkannya, tetapi pada belajar dengan menemukan, konsep ditemukan oleh siswa dan dapat menerima pelajaran dengan lebih mendalam. Maka salah satu pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah pembelajaran penemuan atau model discovery learning. Dalam discovery learning, peserta didik berperan aktif dalam menemukan suatu konsep. Menurut Anitah (Arinawati, 2014) bahwa pembelajar discovery leaning merupakan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pemahaman konsep masalah untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Selama proses pembelajaran, guru akan berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa untuk memahami konsep-konsep matematis. Dengan demikian, discovery learning dapat memberikan kesempatan kepada siswa supaya aktif dan mandiri serta dapat memahami konsep matematis dengan bimbingan guru. Arikunto (2006: 37) yaitu suatu hubungan antara keadaan pertama dengan keadaan yang kedua terdapat hubungan sebab akibat, keadaan pertama diperkirakan mempengaruhi dan menjadi penyebab keadaan yang kedua. Selanjutnya menurut Alwi (2002: 849), pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Dengan demikian pengaruh pembelajaran menjadi hal yang penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hutagalung (2017) menunjukkan bahwa kemampuan konsep siswa dengan pembelajaran discovery learning lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selanjutnya hasil penelitian Azizah Arum Puspaningtias (2017) di SMPN 1 Punggur kelas VIII menunjukkan bahwa model Discovery Learning tidak efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Berdasarkan pemaparan tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model discovery learning ditinjau dari pemahaman konsep matematis peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Natar. Discovery learning dikatakan berpengaruh jika peningkatan pemahaman konsep matematis siswa pada kelas yang menggunakan model discovery learning lebih tinggi dari pembelajaran pada model konvensional. METODE F Populasi pada penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Natar tahun pelajaran 2018/2019 yang terdistribusi dalam sebelas kelas, mulai dari VIIIA hingga VIII K. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling dan terpilih kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B sebagai kelas kontrol. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah randomized pretest-posttest control grup design. Desain tersebut dipilih berdasarkan rata-rata nilai ujian semester genap tahun pelajaran sebelumnya sehingga dapat diasumsikan bahwa peserta didik pada setiap kelas memiliki kemampuan awal yang merata. Pada desain ini, kelompok eksperimen memperoleh perlakuan berupa penerapan model discovery learning, sedangkan kelompok kontrol memperoleh perlakuan berupa penerapan model pembelajaran konvensional. Setelah masing masing kelas memperoleh perlakuan, kemampuan pemahaman konsep pada akhir pembelajaran seluruh peserta didik mendapatkan postes untuk melihat matematis peserta didik pada kedua kelas tersebut. Prosedur penelitian ini dilaksanakan dalam tahap yang terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Pertama, tahap persiapan, yang dilakukan adalah observasi ke sekolah, menentukan sampel penelitian, menentukan materi pembelajaran, membuat proposal penelitian, membuat perangkat pembelajaran dan instrumen tes, serta melakukan uji coba terhadap instrumen tes yang telah dibuat. Kedua, tahap pelaksanaan, yaitu mengadakan pretest sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan model discovery learning, melaksanakan pembelajaran discovery learning sesuai dengan langkah-langkah kegiatan pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, tahap akhir yaitu mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis data, serta membuat laporan penelitian. Data dalam penelitian ini berupa data skor pemahaman konsep matematis awal yang diperoleh melalui pretest, data skor pemahaman konsep matematis yang diperoleh melalui posttest setelah mengikuti pembelajaran. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes. Tes pemahaman konsep diberikan sebelum (pretest) dan setelah (posttest) pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes yang terdiri dari tiga soal uraian dan disusun berdasarkan indikator pemahaman konsep matematis peserta didik. Indikator pemahaman konsep matematis peserta didik yang digunakan pada penelitian ini yaitu: (1) menyatakan ulang suatu konsep, (2) mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu, (3) memberi contoh dan noncontoh dari konsep, (4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk pemahaman konsep matematika, dan (5) mengaplikasikan konsep. Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem persamaan linier dua variabel. Instrumen tes yang baik untuk digunakan adalah instrumen yang valid, memiliki reliabilitas tinggi, memiliki daya pembeda minimal baik, dan memiliki tingkat kesukaran minimal sedang. Sebelum dilakukan pengambilan data, instrumen tes divalidasi oleh guru matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Natar. Setelah semua soal dinyatakan valid, diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Berdasarkan perhitungan data hasil uji coba diperoleh indeks reliabilitas 0,88, indeks daya pembeda 0,34 – 0,86, dan indeks tingkat kesukaran 0,32 - 0,64. Sebelum dilakukan analisis uji hipotesis terhadap data pemahaman konsep matematis peserta didik pada kelas yang mengikuti discovery learning dan kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional, perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas data. Berdasarkan pada perhitungan uji normalitas menggunakan uji Chi-Kuadrat. Hasil perhitungannya adalah ..2 h..........=6,560<..2 ..........=7,815 untuk kelas eksperimen dan ..2 h..........= 1,478<..2 ..........=7,815 untuk kelas kontrol. Taraf signifikan yang digunakan adalah ..=0,05. Dengan demikian, diketahui bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi norma, sehingga dilanjutkan dengan uji homogenitas. Uji homogenitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji F. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh nilai Fhitung = 2, taraf nyata ..=0,05 diperoleh Ftabel = 2,15 sehingga Fhitung = 2 < 2,15 = Ftabel. Dari uji F tersebut diketahui bahwa data pemahaman konsep matematis siswa dari kedua populasi memiliki varians yang sama. Berdasarkan hasil uji normalitas yang telah dilakukan maka pengujian hipotesis yang digunakan adalah uji t. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah skor pemahaman konsep matematis siswa dengan discovery learning lebih dari skor pemahaman konsep matematis siswa dengan pembelajaran konvensional. HASIL DAN PEMBAHASAN Data pemahaman konsep matematis peserta didik dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yaitu skor yang diperoleh dari hasil pretest-posttest yang dilaksanakan pada kelas VIII-A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-B sebagai kelas kontrol. Deskripsi data pemahaman konsep matematis peserta didik disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data Pemahaman Konsep Matematis Awal dan Akhir Siswa Kelas ..¯ s Min Max E 0,63 0,10 0,40 0,78 K 0,24 0,07 0,07 0,71 Keterangan: E = Kelas eksperimen (pembelajaran discovery learning) K =Kelas kontrol (konvensional) Berdasarkan Tabel 1, rata-rata untuk skor pemahaman konsep matematis siswa pada kelas dengan model discovery learning lebih tinggi dari pada kelas dengan model konvensional. Skor tertinggi peserta didik pada discovery learning juga lebih tinggi dari pada skor tertinggi siswa pada pembelajaran konvensional, skor terendah siswa pada discovery learning lebih tinggi dari pada skor terendah peserta didik pada pembelajaran konvensional. Selanjutnya, simpangan baku pada kelas yang mengikuti discovery learning lebih tinggi dari pada simpangan baku pada kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional. Setelah melihat data pemahaman konsep siswa pada kedua kelas, selanjutnya dilakukan analisis terhadap persentase pencapaian indikator pemahaman konsep matematis siswa. Analisis persentase pencapaian pemahaman konsep matematis siswa dilakukan untuk setiap indikator yang diukur. Data persentase pencapaian indikator pemahaman konsep matematis siswa pada kelas yang menggunakan model discovery learning dan kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional disajikan pada Tabel 2 pemahaman konsep matematis disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Deskripsi Pencapaian Indikator Indikator Pencapaian (%) E K 1 46% 30% 2 57% 66% 3 57% 45% 4 56% 9% 5 49% 27% Tabel 2 menunjukkan bahwa dari lima indikator pemahaman konsep matematis, terdapat empat indikator yang persentase pencapaian pemahaman konsep pada kelas yang menggunakan model discovery learning lebih tinggi dari persentase pencapaian pemahaman konsep pada kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Terdapat satu indikator yaitu indikator mengklasifikasikan objek, yang justru persentase pencapaiannya lebih tinggi pada kelas dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas, diperoleh bahwa kedua kelompok data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, tahapan selanjutnya adalah pengujian hipotesis menggunakan uji t. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel diperoleh bahwa nilai, maka rata-rata skor pemahaman konsep matematis peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model discovery learning tidak sama dengan rata-rata skor pemahaman konsep matematis peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nurrohmah (2018) yang menyatakan bahwa model discovery learning berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis dan penelitian ini sama dengan hasil penelitian Annisa (2016) bahwa model discovery learning berpengaruh terhadap pemahan konsep matematis peserta didik. Jika dilihat dari aspek pencapaian indikator sebagaimana disajikan pada tabel 2, secara umum persentase pencapaian indikator pemahaman konsep matematis peserta didik pada kelas dengan model discovery learning lebih tinggi dari pada pesersentase pencapaian pemahaman konsep matematis peserta didik pada kelas dengan model pembelajaran konvensional. Persentase pencapaian indikator tertinggi pada model discovery learning adalah pada indikator menyatakan ulang suatu konsep. Pencapaian indikator tertinggi pada model pembelajaran konvensional adalah pada indikator mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. Pencapaian indikator terendah pada model discovery learning dan pembelajaran konvensional yaitu pa da indikator menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi hitung. Dari lima indikator pemahaman konsep yang dianalisis dalam penelitian ini, terdapat empat indikator yang pencapaiannya pada model discovery learning lebih tinggi dari pencapaian pada pembelajaran konvensional. Pertama, indikator menyatakan ulang konsep. Pencapaian yang tinggi pada indikator ini dikarenakan pa-da model discovery learning, peserta didik tidak menerima konsep secara langsung, tetapi konsep diperoleh peserta didik secara mandiri melalui serangkaian kegiatan atau masalah yang diberikan oleh guru. Terutama pada tahap pengolahan data (data processing), yang merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh peserta didik pada tahap sebelumnya, baik melalui wawancara misalnya, observasi, mengamati objek, ataupun yang lainnya. Tahap ini berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi, sehingga peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru dari alternatif jawaban yang diperoleh. Dengan demikian, konsep yang diperoleh peserta didik tertanam dengan baik dalam struktur kognitifnya, sehingga dengan mudah untuk dipanggil kembali dan dinyatakan dengan menggunakan bahasanya sendiri. Kedua, indikator memberi contoh dan non contoh dari konsep. Pencapaian yang tinggi pada indikator ini dikarenakan peserta didik yang mengikuti discovery learning diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi, pengumpulan data, mencari literatur, dan lain sebagainya, terutama pada tahap pengumpulan data (data collection). Pada model discovery learning, peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis. Selanjutnya, peserta didik melakukan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, mancari literatur, dan lain sebagainya untuk menyelidiki hipotesis yang telah ditentukan. Pada tahap ini, peserta didik mampu memberi contoh dan non-contoh dari konsep. Ketiga, indikator menggunakan, memanfaatkan, atau memilih prosedur oprasi hitung tertentu dan keempat, indikator mengaplikasikan konsep. Hal itu dapat dicapai peserta didik melalaui tahapan-tahapan pada discovery learning, terutama setelah tahap yang terakhir yaitu penarikan kesimpulan (generalization). Melalui proses menarik sebuah kesimpulan, sehingga konsep yang diperoleh dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Setelah tahap ini dapat dilalui peserta didik, maka peserta didik mampu untuk menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan konsep. Selanjutnya, dari lima indikator, terdapat satu indikator yang hasil pencapaiannya lebih tinggi pada pembelajaran konvensional, yaitu indikator mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu dan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk pemahaman konsep matematika. Pada pembelajaran konvensional, guru mengawali pembelajaran dengan menjelaskan materi yang akan dipelajari dan dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh soal beserta penyelesaiannya. Pada pembelajaran konvensional, peserta didik diajarkan dengan cara ditunjukkan secara langsung terhadap objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. Dengan demikian, peserta didik pada kelas kontrol lebih mampu dalam mengklasifikasikan objek-objek tertentu, terlebih jika soal yang digunakan hampir sama dengan yang dicontohkan dalam pembelajaran di kelas. Begitu pula dengan indikator menyajikan konsep dalam berbagai bentuk pemahaman konsep matematika. Sedangkan untuk dapat mengklasifikasikan objek, pada model discovery learning, peserta didik harus mempelajari konsep dari yang paling dasar yaitu memperoleh konsep. Pada pembelajaran konvensional, guru memberikan penjelasan terkait materi yang akan dipelajari melalui pengertian dan penyajian contoh non-contoh konsep. Pada proses ini, peserta didik mendengarkan penjelasan dari guru dan mencatatnya sehingga pemahaman dan informasi yang diperoleh peserta didik hanya berasal dari apa yang disampaikan oleh guru. Lalu, guru memberikan contoh-contoh soal beserta cara penyelesaiannya. Kemudian, peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya jika ada materi yang belum dipahami dan terakhir, peserta didik diberikan latihan soal. Berdasarkan tahapan pada pembelajaran konvensional tersebut, peserta didik sedikit diberikan kesempatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga mempunyai kesempatan yang lebih sedikit untuk menemukan konsep. Jika diperhatikan, peran peserta didik dalam pembelajaran konvensional masih kurang. Hal ini berdampak pada lemahnya pemahaman konsep peserta didik, terutama pada indikator menyatakan ulang konsep, memberi contoh dan non-contoh dari konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan konsep. Hal tersebut mengakibatkan persentase pencapaian untuk empat indikator pemahaman konsep matematis peserta didik dengan model discovery learning lebih tinggi daripada persentase pencapaian peserta didik dengan pembelajaran konvensional. Meskipun model discovery learning memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan pemahaman konsep matematis, terutama empat indikator yang persentase pencapainnya lebih tinggi pada model discovery learning. Hal ini salah satunya disebabkan oleh hanya sebagian peserta didik yang terlibat aktif dalam proses diskusi. Pada saat diskusi berlangsung, sebagian lain cenderung pasif sehingga kurang bisa untuk diajak untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, peserta didik juga kurang antusias saat belajar dan rasa ingin tahu peserta didik yang masih rendah, bahkan terdapat peserta didik yang memang tidak mau belajar. Hal ini terlihat dari perilaku peserta didik yang seringkali mengeluh saat diminta untuk mengerjakan LKPD dan hanya ketika ada guru saja peserta didik mengerjakan LKPD. Masalah lain yang muncul yaitu saat kegiatan diskusi tidak maksimal karena banyak peserta didik yang cenderung mengandalkan temannya, sehingga hasil diskusi yang tidak optimal. Saat berdiskusi hanya beberapa peserta didik yang memahami materi pembelajaran, hal ini terlihat saat peserta didik mempresentasikan hasil diskusi, mereka hanya membacakan hasil diskusi saja dan apabila guru menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan materi yang mereka diskusikan, tidak semua dari mereka dapat menjawabnya. Beberapa kendala yang dialami dalam penelitian ini, dari keterlaksanaan model discovery learning pertemuan pertama, belum sepenuhnya berjalan dengan optimal karena peserta didik masih terbiasa dengan pembelajaran konvensional. Selain itu, peserta didik juga belum terbiasa melakukan diskusi dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan pada LKPD yang penyajian konten materinya diawali dari orientasi bersifat kontekstual berbentuk soal cerita. Orientasi yang bersifat kontekstual berbentuk soal cerita ini berdampak pada penggunaan waktu yang lebih lama oleh peserta didik untuk menyelesaikannya, bahkan sebagian peserta didik mengalami kebingungan. Ketika peserta didik mestinya melakukan diskusi pada kelompoknya masing-masing, namun peserta didik lebih sering bertanya langsung kepada guru daripada memahami terlebih dahulu dari sumber yang sudah disediakan pada LKPD. Meskipun demikian, discovery learning setidaknya telah memberikan pengalaman baru bagi peserta didik terhadap pembelajaran di kelas.Selain itu, peserta didik juga mempunyai pengalaman yang bermakna, sebab peserta didik dapat bekerjalangsung dengan contoh-contoh nyata, langsung menerapkan prinsip dan langkah dalam menyelesaikan masalah.Terakhir, peserta didik terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukmadinata (2005: 184) tentang kelebihan model discovery learning yaitu peserta didik dapat bekerja langsung dengan contoh-contoh nyata dan banyak memberikan peserta didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, menunjukkan bahwa discovery le arning berpengaruh ditinjau dari pemahaman konsep matematis peserta didik, karena pemahaman konsep matematis peserta didik dengan model discovery learning tidak sama dengan pemahaman konsep matematis peserta didik dengan model konvensional. Dan persentase pencapaian indikator pemahaman konsep matematis peserta didik pada kelas dengan model discovery learning lebih tinggi dari pada pesersentase pencapaian pemahaman konsep matematis peserta didik pada kelas dengan model pembelajaran konvensional. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model discovery learning berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Natar tahun ajaran 2018/2019. DAFTAR RUJUKAN Alwi. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arinawati, E., Slamet, St. Y., dan Chumdari. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Hasil Belajar Matematika ditinjau dari Motivasi Belajar. Jurnal Diktatika Dwija Indria (Solo). (Online), Vol. 2, No. 8, (http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdsolo/article/view/3634/253) , diakses 20 Desember 2018. Arikunto, Suharsimi.2011. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Depdiknas. 2003. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Jakarta: Depdiknas. Hutagalung, R. 2017. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa melalui Pembelajaran Guided Discovery Berbasis Budaya Toba di SMP Negeri 1 Tukka. Journal of Mathematics Education and Science. (Online), Vol. 2, No. 2, (http://jurnal.uisu.ac.id/index.php/ mesuisu/article/view/133/110), diakses 20 November 2018. Nugroho, Dheni. 2016. Efektivitas Pembelajaran dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) dan Pendekatan Ekspositori Pada Kompetensi Kubus dan Balok Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VIII SMP. Skripsi tidak diterbitkan. Patria. 2007. Pemahaman Konsep. (Online). (http://mediaharja.blogspot.com/2011/11/pemahamankonsep.html). Diakses 19 Januari 2019 Puspaningtias, 2017. Efektivitas Model Discovery Learning Ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Skripsi tidak diterbitkan. Bandar Lampung : Unila: PSPM FKIP Unila. Rahmawati. 2016. Hasil TIMSS 2015. Makalah pada Seminar Hasil TIMSS 2015. (Online), (http://puspendik.kemendikbud.go.id/seminar/upload/Rahmawati seminar hasil TIMSS 2015-.pdf), diakses 19 Oktober 2018. .